Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Hukum Merayakan Ulang Tahun Dalam Agama Islam

ulang-tahun
Merayakan ulang tahun baik perorangan maupun lembaga pada dasarnya tidak ada dalam sunah Rosul, termasuk juga perayaan maulid, sehingga ada yang mengatakan bahwa perayaan ulang tahun termasuk bid'ah (kejadian yang tidak ada pada masa Rosul). Tetapi pembahasan para ulama mengatakan walaupun bid'ah tetapi jika ada rujukannya atau petunjuk dari para ulama bisa saja dilaksanakan. Sebab tidak semua yang tidak pernah ada pada zaman Rosul itu bernilai buruk, tergantung ia punya nilai kebaikan dan kemanfaatan atau tidak. Jika baik dan bermanfaat tidak bertentangan dengan ajaran agama, maka tidak ada alasan untuk mempermasalahkannya.

Contohnya adalah mobil sendiri. Pada zaman Rosulullah dalam melakukan perjalanan jauh selalu menggunakan unta sebagai sarana transportasinya. Tetapi kemudian setelah masa Nabi dan para sahabat berlalu dan kecanggihan teknologi semakin berkembang maka terciptalah mobil yang hingga kini menjadi transportasi utama dalam perjalanan jauh setelah kereta api, pesawat terbang dan jenis kendaraan lainnya; nah pertanyaannya adalah apakah kendaraan (mobil) yang sekarang digunakan adalah bid'ah, atau apakah kita harus selalu menggunakan unta sebagai sarana transportasi seperti pada zaman Nabi dahulu. Jadi itu semua tergantung ijma' ulama membolehkan atau tidak. Dengan demikian, tidak boleh sembarang obral bid'ah, sebab bisa terjerumus dalam kesalahan yang besar.

Jadi kembali lagi, selama di dalam acara tersebut ada unsur-unsur kebaikan, seperti; menyampaikan tahni'ah (ucapan selamat) kepada sesama muslim, menjadi sarana sedekah dan bersyukur kepada Allah, dan berbagai hal positif dan mulia lainnya, maka itu semua boleh dilaksanakan karena dianggap tidak bertentangan dengan syari'at Islam.

Oleh karena itu, apabila acara hari jadi, ulang tahun dan sebagainya itu membawa manfaat, misalnya disitu ada acara pengajian, syukuran, santunan kepada anak yatim, kenapa tidak. Boleh saja. Sebaliknya, apabila didalamnya ada acara yang mengandung kemusyrikan dan kemaksiatan, maka mendatangi acara hari jadi tersebut adalah terlarang. Jadi tergantung manfaat dan madharatnya yang ada didalamnya, itu kaedahnya. 

Namun apabila diawal sudah menduga bahwa didalam acara tersebut ada acara yang makruf (baik) dan ada pula yang mungkar bercampur jadi satu, maka yang diundang kalau sudah tahu di dalamnya ada kemungkaran, sebaiknya tidak perlu datang.


Sumber

Tata Cara Akad Nikah yang Benar Secara Islam

Akad Nikah
Untuk melaksanakan hubungan suami istri yang sah, Islam tidak membuka pintu lain kecuali akad nikah. Semua agama dan kelompok manusia beradab mempunyai aturan demikian.

Setiap akte (akad = aqad) dalam hukum apapun mesti memerlukan formalitas-formalitas tertentu. Demikian juga Islam mengatur akad nikah ini, yaitu :
  1. Harus ada pengantin laki-laki (calon suami)
  2. Harus ada pengantin perempuan (calon istri)
  3. Harus ada saksi (sedikitnya dua orang laki-laki)
  4. Harus ada wali bagi pengantin perempuan </
  5. Harus dengan sighat (ijab kabul = serah terima)
Bahwa pengantin laki-laki harus dengan sukarela adalah jelas, karena dia harus mengucapkan "penerimaan' dalam akad itu.

Adapun sukarela pengantin perempuan , Islam mengatur sebagai berikut :
  1. Kalau ia janda, maka tidak boleh dipaksa (si wali tidak boleh memaksa)
  2. Kalau si gadis belum pernah menikah sah, maka wali mujribnya (ayah atau kakek = ayahnya ayah) boleh (ulangi: tidak wajib, tidak dianjurkan) memaksakan akad nikah, dengan syarat-syarat :
    • Kedua penganti itu kufu (seimbang)
    • Dengan maskawin yang sepadan (dengan ibu, saudara-saudaranya)
    • Tidak ada permusuhan antara pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki dan/atau dengan wali.
Meskipun wali mujrib berhak memaksa akad nikah atas pengantin perempuan (mujbir artinya berhak memaksa); dan meskipun tidak disyaratkan umur dewasa bagi pengantin perempuan, namun seyogyanya ditunggu sampai pengantin perempuan dewasa, siap fisik dan mentalnya serta kecakapannya untuk berumah tangga, mendapat jodoh yang disetujui/dapat diterimanya. Wali harus bertanggu jawab kepada Allah.

Saksi adalah syarat kelengkapan supaya akad nikah itu diketahui umum sehingga masyarakat pun tahu pula bahwa kedua pasangan itu sudah mengikat diri dalam kehidupan suami istri dengan segala hak dan kewajibannya, serta perlindungan hukum atas ikatan itu.

Dalam hubungannya dengan hidup bernegara dan berpemerintahan, akad nikah itu harus dicatat oleh kantor pemerintah yang mengurus hal itu yaitu Kantor Urusan Agama. Jadi, pertama: K.U.A. hanya bertugas mencatat pernikahan yang dilakukan menurut syariat Islam, supaya mendapat pengakuan dan perlindungan hukum dari pemerintahan. Kedua: K.U.A. bertugas membantu wali yang mungkin kurang/tidak mengerti syariat rukunnya akad nikah, dengan cara wali mewakilkan hak kuasa perwaliannya kepada pegawai K.U.A., kemudian pegawai K.U.A. bertindak sebagai wakil wali. Dalam hal ini menikahkan sendiri atau menunjuk wakil lain (biasanya kiai), maka K.U.A. hanya mencatat dan menjadi pemberi pengesahan atas nama pemerintah. Sebagai bukti pencatatan/pengakuan pemerintah kepada pengantin diberi surat nikah.

Penyaksian ini menurut hukum Islam cukup oleh dua orang laki-laki yang adil (dapat dipercaya). Namun supaya penyaksian ini lebih luas sifatnya dan sebagai tanda tasyakur kepada Allah atas terlaksananya akad penting ini, maka Islam menganjurkan (mensunahkan) orang mengadakan walimah (pesta, selamatan atau apapun namanya). Walimah akad nikah ini dinilai demikian penting oleh Islam, sehingga "undangan walimah pengantin" ni (walimatul arus) wajib dipenuhi (dihadiri) kalau tidak ada uzur atau sebab-sebab lain. Hanya walimatul arus inilah satu-satunya yang tegas diatur oleh Islam. Walimah-walimah lainnya,boleh saja diadakan sebagai tasyakur (walimatul hamli, walimatul khitan dan sebagainya). Tentu saja tidak perlu bermewah-mewah atau sampai tabdzir (pemborosan) apalagi sampai utang kesana kemari.

Wali bagi pengantin perempuan adalah syarat mutlak. Tidak sah akad nikah tanpa wali bagi penganti perempan, yang berhak menjadi wali adalah :
  1. Secara berurutan: Ayah, kakek (ayahnya ayah atau ayahnya lagi), saudara kandung (laki-laki), saudara seayah, paman (saudara laki-laki dari ayah, sekandung atau seayah), anak laki-laki dari paman.
  2. Kalau wali famili seperti tersebut diatas tidak ada (meninggal atau berada ditempat jauh, lebih dari masafatul qashri kira-kira 90 km) atau: Wali menolak kewajibannya menjadi wali, maka wali hakim menjadi wali pengantin perempuan itu. Wali hakim adalah pemerintah. Dalam hal ini presiden menunjuk Menteri Agama, kemudian Menteri Agama menunjuk pegawai/pejabat-pejabat tertentu sampai kepada Kepala K.U.A. Kecamatan.
Hendaknya diingat bahwa ayah dan kakek disebut wali mujbir yang mempunyai hak memaksa pengantin perempuan diakadnikahkan, dengan syarat-syarat yang disebut diatas.

Mungkin masalah keharusan adanya wali bagi perempuan ini menimbulkan anggapan "tidak adil" karena pengantin laki-laki tanpa wali.

Mengenai hal ini ada baiknya diuraikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Seorang ayah atau kakek berkewajiban memberi nafkah bagi anak-anaknya (cucu). Kalau anak laki-laki sampai baligh. Kalau anak itu perempuan sampai ia diserahkan menjadi tanggung jawab suaminya.
  2. Seorang perempuan umumnya, terutama gadis, biasanya memerlukan perlindungan oleh salah seorang keluarganya yang punya. Khusus bagi gadis di dalam masalah memilih jodoh (mencari?) selalu diliputi perasaan ragu-ragu dan malu-malu, sehingga untuk mengambil keputusan nikah dengan laki-laki perlu mendapat keputusan dari laki-laki yang menanggung jawabinya (wali).
  3. Seorang ayah atau kakek adalah orang yang paling banyak berjasa dan berkorban untuk kepentingan si anak, tidak ada ayah yang normal yang tidak menginginkan kebahagiaan si anak dimasa depannya sehingga di dalam memilih jodoh pun pasti dipilihkan yang bisa diharapkan membahagiakan si anak. 
Mengingat hal tersebut pantaslah kalau kepada ayah atau kakek diberi wewenang mengambil keputusan kepada siapa si anak diserahkan untuk hidup berumah tangga, kehidupan bersama yang bukan untuk satu dua minggu, bulan, tahun tetapi diharapkan untuk selama hidup dengan kebahagiaan. Itupun dengan syarat-syarat dan anjuran/tuntunan. Sedang wali yang lain (Grairu Mujbir = tidak berhak memaksa) lebih bersifat formalitas.

Akhirnya, juga kita harus kembali kepada sikap mental Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa aturan tentang pernikahan ini (terutama mengenai akad) banyak bersifat ta'abudi (ritual). Kita harus menerima aturan-aturan sebagai kemahabijaksanaan Allah Yang Maha Mengatur dan Maha Kuasa. Kita teriam sebagai tasyakur kepada nikmat-nikmat-Nya.

Setelah nikah suami terbebani dengan kewajiban-kewajiban :
  1. Pertanggung jawaban atas keselamatan istri dan anak-anaknya nanti, keselamatan dan kesejahteraan lahir bathin; pertanggung jawaban bukan kepada wali, bukan kepada manusia saja, tetapi kehadirat Allah SWT.  dalam kehidupan di dunia ini sampai  akhirat.
  2. Wajib memenuhi maskawin sebagaimana disebutkan didalam akad atau (kalau tidak disebut) wajib memberi maskawin sepadan dengan ibu dan saudara-saudaranya waktu nikah dulu.
  3. Wajib memberi nafkah, kiswah (pakaian) dan menyediakan rumah kediaman menurut ukuran kepantasaan (seluruh kebutuhan material san spiritual rumah tangga adalah tanggung jawab suami).
  4. Wajib membimbing istri dan anak-anak untuk bertaqwa kepada Allah.
Sungguh berat akibat/kunsekuensi/pertanggungjawaban dari akad nikah. Berat pula ikatan yang terjadi dengan akad nikah itu. Oleh karenanya Allah menyebut pernikahan itu dengan Mitsaaqun Ghalizh (perjanjian yang berat). Memang, tidak ada ikatan antara dua manusia didalam segala macam kelompok atau ikatan apapun di dunia ini yang lebih berat daripada akad nikah. Bandingkan -umpamanya- dengan pembentukan persekutuan dagang. Enak saja sewaktu-waktu habis bagi untung kemudian bubar; dengan ikatan teman sekolah, tamat belajar, bubar dan sebagainya. Ikatan rumah tangga hasil/akibat akad nikah jauh lebih kuat, lebih ketat, lebih erat daripada semua itu.

Oleh karena itu akad nikah adalah sangat penting dalam kehidupan manusia. Pelaksanaannya dan kelanjutannya harus diatur dengan penuh kebijaksanaan dan hanya Allah Yang Maha Bijaksana, Allah yang paling berhak mengaturnya, disamping hal-hal yang diserahkan kepada pikiran dan akal manusia. Didalam aturan-aturan Allah itu tercakup pula restu dan persetujuan orang tua, orang yang paling banyak berkorban untuk kita, orang yang paling besar harapannya untuk kebahagiaan kita. "Sampai hatikah kita menyakiti hati orang tua, hanya karena tertarik kepada seseorang yang baru pernah tersenyum saja kepada kita?".

Hukum Mengucapkan Ta'min (amin) Setelah Membaca Al-Fatihah Dalam Sholat

Setiap orang yang melakukan sholat disunatkan ta'min (membaca amin) setelah selesai membaca al-Fatihah. Arti amin adalah, "Ya Allah kabulkanlah." demikian menurut jumhur ulama. Berkenaan dengan masalah tersebut, terdapat banyak hadist, antara lain :
  • Dari Sayyidina Abu Hurairah r.a. bahwa Sayyidina Muhammad saw. bersabda "Jika salah seorang diantara mu mengatakan amin dan malaikat di langit pun mengatakan amin dan amin-nya berbarengan dengan yang diucapkan malaikat, makanya dosanya yang telah lalu diampuni."

    Maksud dosanya yang telah lalu diampuni," menurut para ulama adalah dosa-dosa kecil. Dalil mereka adalah hadist Sayyidina Sa'id bin Al-Ash r.a., bahwa ia berkata, "Suatu ketika aku berada didekat Sayyidina Utsman. Ia menyuruh dibawakan air untuk bersuci seraya berkata, aku pernah mendengar Rosulullah saw. bersabda : Setiap kali orang Muslim yang memasuki waktu sholat wajib memperbaiki wudhunya, khusyuknya, dan juga rukuknya, pasti hal itu menjadi kifarat (penebus) dosa-dosa yang telah lalu, selama ia tidak melakukan dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa."
  • Dalam shahih al-Bukhari (II-266) dan kitab hadist lainnya diriwayatkan dari Sayyidina Abu Hurairah r.a. bahwa Rosulullah saw. bersabda, "Jika Imam mengucapkan wa ladh-dhallin, maka ucapkanlah amin. Barangsiapa ucapan amin-nya bertepatan dengan amin-nya malaikat, maka dosanya yang telah lalu diampuni.
  • Bagi yang mendirikan sholat disunatkan juga memanjangkan ucapan amin-nya dan tidak membaca secara cepat. Wa'il bin Hujr berkata, "Aku pernah mendengar Rosulullah saw. membaca ghairil maghdhubi alaihim wa ladh-dhallin, lalu mengucapkan amin dan beliau memanjangkan suaranya itu.
Berdasarkan hadist-hadist sahih ini jelaslah bahwa mengucapkan amin disunatkan bagi setiap orang yang mendirikan sholat setelah selesai membaca al-Fatihah, baik dalam sholat fardhu maupun sholat sunat; baik ia sebagai imam, makmum, maupun sebagai munfarid; baik ia laki-laki, perempuan, anak maupun orang tua; baik ia melakukan sholat sambil berdiri maupun sambil duduk atau mungkin sambil berbaring; baik dalam sholat jahr maupun dalam sholat sirr. Dan sebaiknya, imam dan makmum mengucapkan amin dengan keras pada sholat jahr, dan mengucapkan dengan pelan pada sholat sirr. Sedang yang melakukan sholat secara munfarid sama seperti imam berdasarkan keumuman hadist-hadist tersebut diatas.

Imam Hafizh an-Nawawi mengatakan, "Dan disunatkan mengucapkan amin bagi siapa saja yang telah selesai membaca al-Fatihah, baik sedang mendirikan sholat maupun diluar sholat." tetapi menurut al-Wahidi mengucapkan amin sangat penting dan lebih baik didalam sholat.

Atas dasar itu, maka makmum disunatkan mengucapkan amin dalam sholat jahr dua kali: pertama untuk mengamini bacaan imam dan kedua untuk mengamini bacaan al-Fatihah sendiri. Hal ini jelas dipahami dari berbagai hadist sahih yang telah disebutkan diatas.

Makmum disunatkan juga mengucapkan amin bersamaan dengan imam, bukan sebelumnya atau sesudahnya, sebagaimana telah disebutkan dalam hadist terdahulu, "Barangsiapa ucapkan amin-nya berbarengan dengan amin-nya malaikat, maka dosanya yang telah lalu diampuni." Sepantasnya ucapan amin-nya malaikat, imam, makmum itu bersamaan.

Disunatkan juga kata-kata amin tidak disambungkan dengan akhir ayat al-Fatihah wa ladh dhallin. Sebaiknya ada jeda sebentar (saktah). supaya tidak dikira amin adalah akhir dari al-Fatihah. Apa yang dilakukan sebagian orang dengan men-tasydid-kan huruf mim menjadi (ammin), hal itu salah dan perlu dijauhi.

Hukum Mengerjakan Shalat Sendirian Di Belakang Shaf

sholat sendirian
Sholat sendirian di belakang shaf, menurut hemat saya sah-sah saja, hanya saja hukumnya makruh bila hal itu dilakukan tanpa ada uzur (halangan), semisal tidak dapat menarik orang lain yang ada dalam barisan.

Dalilnya adalah hadist Abu Bakrah yang telah disebutkan, sebagaimana dicantum dalam Shahih al-Bukhari. Abu Bakrah takbiratul-ihrim di belakang shaf. Lalu, ia ikut rukuk. Setelah itu, ia berjalan masuk shaf. Mengetahui hal itu, Nabi saw. hanya bersabda, "Semoga Allah menambah semangatmu, tetapi jangan diulangi lagi perlakuanmu itu.". 


Pada suatu malam, Sayyidina Abdullah bin Abbas r.a. melakukan sholat malam bersama Nabi saw. Ia berdiri disebelah kiri Rosulullah saw. Kemudian Nabi saw. memindahkannya dengan tangan beliau saw. ke sebelah kanan beliau, dan sholatnya tidak batal.


Nabi Muhammad saw. pun pernah melakukan sholat di rumah Ummu Sulaim. Sayyidina Abbas r.a. berkata, "Nabi saw. berdiri, dan aku bersama seorang anak yatim berbaris dibelakangnya, sementara seorang yang telah tua berdiri dibelakang kami. Rosululah saw. melakukan shalat dengan kami dua rakaat, lalu pergi."


Dalil yang menunjukkan bahwa sholat sendirian dibelakang shaf itu makruh adalah, bahwa Rosulullah saw. pernah melihat seseorang yang melakukan sholat dibelakang shaf. Rosulullah saw. berdiri menyimaknya. Setelah sholatnya selesai, Rosulullah saw. bersabda kepadanya, "Ulangi sholatmu dari awal, sebab tidak ada sholat bagi orang yang sholat menyendiri dibelakang shaf."


Imam an-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab-nya mengatakan, "Sahabat-sahabat kami pengikut syafi'iyyah memahami dua hadist yang memerintahkan mengulangi sholat itu untuk istishbab (sunat) saja." Ini merupakan upaya menkompromikan dalil-dalil yang nampaknya bertentangan. Sabda Nabi saw, "Tidak ada sholat bagi orang yang sholat sendirian dibelakang shaf", maksudnya tidak ada sholat yang sempurna. Ini serupa dengan sabda Nabi saw., "Tidak ada sholat jika ada makanan."


Sebagai bukti atas kebenaran takwil atau pemaknaan di atas, adalah bahwa Nabi Muhammad saw. menangguhkan makan hingga sholatnya selesai. Jika sholatnya dengan tersedianya makanan itu batal atau tidak sah, tentu Nabi tidak akan meneruskan sholat ketika makanan telah tersedia.


Ini menunjukkan dengan jelas bahwa sholat orang yang menyendiri dibelakang shaf itu sah saja, tetapi makruh jika tidak ada uzur. Hanya Allah saja yang mampu memberikan taufik-Nya kepada kita.  

Misteri Mayat Diatas Kubah Masjid Nabawi

Qubbatul Khadhra
Kubah Masjid Nabawi atau Qubbatul Khadhra’ yang terlihat megah di Masjid Nabawi berfungsi menaungi kuburan jasad Rasul Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra. Tempat tersebut dahulunya adalah rumah baginda Rasul Saw karena setiap Rasul yang diutus oleh Allah Swt dikuburkan di mana dia wafat. Sebagaimana sabda Nabi Saw: Tidak dicabut nyawa seorang Nabi pun melainkan dikebumikan dimana dia wafat. (HR. Ibnu Majah).

Sejarah bercerita, ketika Nabi sampai di Madinah, pertama sekali dikerjakan Nabi Saw adalah membangun Masjid Nabawi dengan membeli tanah seharga 10 dinar kepunyaan dua orang anak yatim Sahl dan Suhail berukuran 3 x 30 m.

Bangunan yang sederhana itu hanya berdindingkan tanah yang dikeringkan, bertiangkan pohon kurma dan beratapkan pelepah kurma. Sebelah Timur bangunan Masjid Nabawi dibangun rumah Nabi Saw, dan sebelah Barat dibangun ruangan untuk orang-orang miskin dari kaum Muhajirin yang pada akhirnya tempat itu dikenal dengan tempat ahli Suffah (karena mereka tidur berbantalkan pelana kuda).

Baru pada tahun ke-7 H, Nabi mengadakan perluasan Masjid Nabawi ke arah Timur, Barat, dan Utara sehingga berbentuk bujursangkar 45 x 45 m dengan luas mencapai 2.025 m2 dan program jangka panjang untuk memperluas Masjid Nabawi seperti yang kita lihat sekarang ini diisyaratkan oleh Nabi Saw dengan sabdanya menjelang wafat: “Selayaknya kita memperluas masjid ini”.

Hingga pada tahun ke-17 H, Amirul Mukminin Umar bin Khattab khalifah kedua, memperluas ke arah Selatan dan Barat masing-masing 5 m dan ke Utara 15 m, dan dilanjutkan oleh Usman bin Affan khalifah ketiga memperluas ke arah Selatan, Utara dan Barat masing-masing 5 m pada tahun ke-29 H.

Akhirnya pada masa Khalifah Bani Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H, memperluas ke semua sisi Masjid Nabawi termasuk ke arah Timur (rumah Nabi) dan kamar-kamar isteri Nabi (hujurat) sehingga makam Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin Khattab termasuk bagian dari masjid dan berada di dalam masjid yang sebelumnya terpisah dari masjid.

Inilah yang menjadi pembahasan para ulama dan fukaha di dalam Fikih Islam, yaitu mendirikan bagunan seperti rumah kubah, madrasah, dan masjid di atas kuburan. Karena Nabi Saw bersabda : Allah mengutuk umat Yahudi dan Nasrani yang membuat kuburan para nabi mereka menjadi masjid-masjid (tempat peribadatan). (HR. Bukhari Muslim).

Hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama terutama di kalangan pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (Th. 1115 H/ 1703 M di Masjid Saudi Arabia, dan aliran ini disebut oleh para rivalnya sebagai aliran Wahabiyah, dan di Indonesia dengan aliran Salafi). Secara umum, tidak boleh melakukan kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap kuburan, dan membangun kubah di atas kuburan.

kubah masjid nabawimayat kubah nabawiTerakhir ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai sekarang. Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah menceritakan ada seorang soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar suara yang mengatakan “Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan mayat tersebut, agar orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”.

Hingga sekarang mayat tersebut masih ada dan dapat disaksikan langsung dengan mata kepala. Bagi yang tidak dapat berkunjung ke sana dapat mengakses internet google “Ada Mayat di atas Kubah Masjid Nabawi”.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini, terlepas dari kebenarannya, bahwa kembali kepada Tauhid yang murni seperti zaman Rasul Saw adalah tujuan dari dakwah Islam dan misi para Rasul dan umat Islam mesti menerimanya, jika tidak ingin menjadi orang musyrik. Akan tetapi pemeliharaan nilai sejarah dan para pelaku sejarah juga penting, karena Allah berfirman : Sungguh di dalam sejarah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111).

Akhirnya jika pelaku sejarah tidak boleh dikenang, tidak dimuliakan, tidak dihormati, kuburannya diratakan, bagaimana kita mengambil pelajaran dari sejarah tersebut? Adapun maksud Nabi Saw Allah mengutuk Yahudi dan Nasrani menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, adalah menyembah kuburan. Semoga kita dapat pelajaran. Wallahua’lam

Hukum Bertasbih dengan Jari Tangan

bertasbih dengan jari
Seseorang boleh saja bertasbih dengan menggunakan jari tangannya. Hal ini seperti diisyaratkan hadits 'Abdullah bin 'Amr r.a. yang mengatakan "Aku melihat Rosulullah saw. bertasbih dengan tangannya" (H.R. Ibn Hibban dalam Shahih-nya, III: 123). Kata-kata dengan tangannya (bi yadihi) maksudnya dengan kedua tangannya, bukan dengan satu tangan tanpa tangan yang satu lagi.
Dalam sebagian sanad hadits tersebut disebutkan bahwa sebagian perawi menafsirkan hadits tersebut dengan pendapatnya sendiri, bahwa nabi Muhammad saw. bertasbih dengan "tangan kanannya" saja. Perawi tersebut adalah Muhammad bin Qadamah gurunya Abu Dawud.

Tetapi sebetulnya bertasbih dengan tangan kiri pun tidak makruh. Hadits yang menyatakan bahwa Rosulullah saw. menyukai tayamun (mendahulukan yang kanan) dalam segala urusannya tidak menunjukan bahwa menggunakan yang kiri itu selamanya makruh. Buktinya, Nabi saw. bertasbih dengan tangan kanan dan kirinya juga, seperti yang beliau lakukan ketika takbiratul-ihram dan berdoa. Ketika berdoa beliau tidak mengangkat tangan kanannya saja, padahal doa termasuk ibadah yang mulia.

Seandainya bertasbih dengan menggunakan tangan kiri itu makruh aau tidak boleh, tentu nabi saw. akan memperingatkannya ketika beliau menasehati para sahabat wanita, "Hendaklah kalian bertasbih dengan ber-taqdis (menyucikan dan mengagungkan Allah), dan jangan lengah. Sebab jika lengah, kalian akan melupakan tauhid. Dan lakukanlah hal itu dengan jemari. Karena kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban dan diajak bicara. (H.R. Imam at-Turmudzi, V: 571; al-Hakim, I:547. Hadis ini Sahih).

Ketika Rosulullah saw. menyebutkan, "Dan lakukan hal itu dengan jemari..." beliau tidak mengecualikan jemari tangan kiri. Ini menunjukan bahwa klaim orang yang berpendapat bahwa bertasbih dengan tangan kiri itu tidak boleh atau makruh adalah itu pendapat yang salah.

Bertasbih boleh juga, bahkan disunatkan, dengan menggunakan tasbeh. Sa'd bin Abi Waqqash r.a. meriwayatkan bahwa ia bersama Rosulullah saw. pernah bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggenggam biji kurma atau kerikil yang digunakannya untuk bertasbih. Ketika itu Rosulullah saw. bersabda, "Aku akan memberitahukanmu yang lebih utama daripada ini." Lalu beliau bersabda: "Subhanallah adada ma khalaqa fis-sama (Maha suci Allah sebanyak atau sejumlah ciptaan-Nya yang ada di langit).." (H.R. Imam at-Turmudzi, V: 562; Al-Hakim, I: 548; dan disahihkan oleh adz-Dzahabi. Hadits tersebut memang sahih).

Abu Hurairah r.a mempunyai sejenis tasbeh yang butirannya berjumlah seribu buah. Sebelum tidur ia bertasbih dulu dengan tasbeh tersebut. Demikian diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (I:383). Riwayat ini tergolong riwayat yang hasan karena banyak penguatnya.

Masih banyak hadits dan atsar para sahabat r.a. mengenai tasbih dan alatnya , antara lain dapat ditemukan dalam risalah al-Hafizh as-Suyuthi, al-Minhah fi as-Sabhah, yang kemudian dicetak dalam kitab al-Hawi li al-Fatawa, dan dalam tulisan al-Allamah Mahmud Sa'id Mamduh, yang berjudul Wushulat-Tahaini bi Itsbat Sunnyyat as-Sabhah.


Sumber : Buku Shalat Seperti Nabi Saw. (Hasan bin 'Ali as-Saqqaf)

Tata Cara Pembagian Warisan Menurut Islam

harta_warisan
Diakui atau tidak diakui, kenyataan menunjukkan bahwa harta tinggalan seseorang yang meninggal dunia, seringkali menimbulkan sengketa diantara keluarga, masing-masing merasa berhak mendapat warisan terbanyak.

Oleh karena itu, Islam memberikan ketentuan-ketentuan yang konkret mengenai hak waris ini. Didalam hal ini, Islam memberikan prinsip-proinsip antara lain:

  • Kepentingan dan keinginan orang yang meninggal (yang semula memiliki harta benda) diperhatikan selayaknya, dengan memberikan hak wasiat, biaya pemakaman dan sebagainya.
  • Kepentingan keluarga yang ditinggal -terutama anak cucu- mendapat perhatian lebih banyak, juga ayah ibu, di samping anggota keluarga/famili yang lain, seimbang dengan dekat jauhnya hubungan keluarga.
  • Keseimbangan kebutuhan nyata dan rata-rata dari tiap-tiap ahli waris mendapat perhatian yang seimbang pula, ahli waris laki-laki yang nyatanya memerlukan lebih banyak biaya hidup bagi diri dan keluarganya mendapat bagian lebih banyak dari ahli waris perempuan/wanita.
  • Beberapa hal yang berhubungan dengan kesalahan-kesalahan ahli waris dan yang berhubungan dengan itikad keagamaan, bisa menimbulkan akibat hilangnya hak waris, umpamanya pembunuhan, perbedaan agama dan sebagainya.
Semua itu dengan maksud supaya:
  1. Harta yang merupakan rahmat Allah itu diatur menurut ajaran-Nya
  2. Harta benda yang didapat dengan susah payah oleh almarhum itu tidak menimbulkan percekcokan keluarga yang hanya tinggal menerima saja.
  3. Harta benda itu dapat dimanfaatkan dengan tenang tenteram, sesuai dengan tuntunan Allah.
Meskipun demikian, Islam tidak menutup pintu "perdamaian" antara seluruh ahli waris yang secara sepakat bulat untuk mengatur pembagian harta warisan ini, secara kompromi. Juga setiap ahli waris berhak untuk tidak minta/menerima pembagian, karena kesukarelaannya sendiri.

Jadi, hukum waris harus dilaksanakan, kecuali kalau semua ahli waris tanpa kecuali sepakat dengan sukarela untuk melakukan pembagian dengan cara lain tidak dengan maksud menentang hukum Allah, tetapi ada sebab-sebab lain, umpamanya: Semua ahli waris sepakat memberikan semua warisan kepada ibu yang lebih tua dan sebagainya.

Hukum waris dengan segala rinciannya yang semula termasuk ilmu fikih telah berkembang menjadi ilmu tersendiri, yaitu ilmu faraid. Ilmu tentang menentukan bagian-bagian ahli waris.

Didalam praktik, ilmu faraid memerlukan bantuan seperlunya ilmu hitung dan sebagainya. Kalau diurai secara terperinci, bagian ini akan merupakan sebuah kitab tersendiri. Oleh karena itu bagi yang berkepentingan dipersilahkan membaca kitab-kitab khusus mengenai mawarist ini. Pada postingan ini hanya diuraikan secara singkat saja.

Tiga golongan orang yang mendapatkan ahli waris :
  1. Nasab/qarabah, karena hubungan pertalian nasab, keluarga famili (mudahnya hubungan darah)
  2. Nikah, karena ikatan pernikahan, suami istri meskipun semula bukan keluarga.
  3. Wala', karena "memerdekakan budak", artinya kalau seorang budak dimerdekakan oleh majikannya, maka kelak kalau bekas budak ini meninggal dunia, si majikan yang memerdekakannya tergolong ahli warisnya.
Meskipun telah diterangkan sebab-sebab kewarisan, tetapi tidak semua orang memiliki sebab-sebai itu tergolong ahli waris. Pada dasarnya orang yang tergolong ahli waris adalah :
  1. Ayah
  2. Ayahnya ayah
  3. Saudara laki-lakinya ayah
  4. Anak laki-lakinya saudaranya ayah
  5. Saudara laki-laki
  6. Anak laki-lakinya saudara laki-laki
  7. Suami
  8. Anak laki-laki
  9. Anak laki-lakinya anak laki-laki
  10. Majikan laki-laki yang memerdekakan
  11. Ibu
  12. Ibunya ibu/ibunya ayah
  13. Saudara perempuan
  14. Anak perempuan
  15. Anak perempuannya anak laki-laki
  16. Istri/istri-istri
  17. Majikan perempuan yang memerdekakan
Kalau 17 macam ini diperinci lagi, maka akan menjadi 25 macam.

Masih ada persoalan. Meskipun seseorang itu seseorang itu tergolong ahli waris menurut daftar tersebut diatas, namun tidak mesti dia mendapatkan bagian waris.

Ada sebab-sebab yang menghalangi seseorang yang tergolong ahli waris untuk mendapatkan warisan. Sebab-sebab itu adakalanya terdapat pada "orang" itu sendiri dan adakalanya sebab itu terwujud susunan para ahli waris yang ada (jelasnya: adakalanya kehadiran seorang ahli waris menyebabkan ahli waris yang lain menjadi tidak mendapat bagian).

Sebab-sebab yang ada pada diri sendiri adalah:
  • Budak
  • Perbedaan agama (seseorang yang beragama A tidak berhak mendapatkan warisan dari si mayit yang beragama B).
  • Murtad (tidak mendapatkan warisan dan kalau mati, harta warisannya tidak diwariskan tetapi dibagikan ke baitulmal)
  • Pembunuhan (seorang yang membunuh saudaranya, si pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari harta warisan si terbunuh).
 Adapun sebab-sebab yang berwujud susunan para ahli waris akan diuraikan kemudian, karena adakalanya tidak hilang sama sekali haknya tetapi hanya berkurang. Juga siapa yang menghalangi dan terhalang, memerlukan penjelasan terperinci yang agak rumit.

Dari sekian macam ahli waris itu ada yang mendapat bagian tertentu (umpamanya: seperdua, sepertiga, seperempat, seperdelapan dan sebagainya) dan ada yang mendapat bagian sisa. Yang mendapat bagian tertentu disebut: Dzawil Furudh dan yang mendapat bagian sisa disebut: Ashabah.

Cara Bersuci dari Hadas

bersuci_dari_hadas
Hadas bukanlah benda yang dapat diketahui dimana letaknya, maka bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :


1. Berwudhu untuk bersuci dari hadas kecil. Yang minimum harus dilakukan (fardhu) dalam wudhu ialah :
  • Membasuh muka (batas muka; kanan dan kiri; telinga; atas; tempat tumbuhnya rambut kepala; bawah; ujung dagu), 
  • Membasuh kedua belah tangan (ujung jari sampai siku),
  • Mengusap (cukup asal terkena air, tidak harus mengalir) bagian dari kepala (bisa kulitnya, bisa rambutnya), tidak usah seluruh kepala,
  • Membasuh kaki (ujung jari sampai mata kaki)
Semua dilakukan dengan niat (kesadaran bathin) bersuci dari hadas dengan berwudhu dan menurut aturan seperti diatas. Boleh dilakukan dengan sekali menyelam dengan niat wudhu. Selain fardhunya bersuci dari hadas dengan berwudhu yang tersebut diatas, masih banyak sunahnya wudhu (yang sebaiknya dikerjakan) umpamanya membaca Bismillah, mengusap kedua telinga, dan sebagainya.


2. Mandi, Untuk bersuci dari hadas besar. Yang minimum harus dilakukan dalam mandi wajib ini (fardhunya mandi) ialah: meratai seluruh badan dengan niat mandi wajib (bukan mandi biasa yang sekedar membersihkan badan saja).


3. Tayamum, untuk pengganti wudhu atau mandi bagi orang yang tidak menemukan air atau tidak dapat mempergunakan air (karena sakit yang tidak mungkin/tidak dapat/tidak boleh terkena air). Tayamum itu dilakukan dengan cara :
  • Disediakan tanah halus (debu kering) yang suci,
  • Kedua belah tangan dikenakan kepada debu itu kemudian dibedakkan dimuka.
  • Sisa pada kedua belah tangan dibuang, kemudian kedua belah telapak tangan ditekan sekali lagi kepada debu, kemudian debu ditelapak tangan kanan dibedakkan ke tangan kiri (seperti wudhu) dan debu ditelapak tangan kiri dibedakkan ke tangan kanan seperti itu.
  • Selesai.

Pada perempuan, haid dan nifas tergolong hadas besar yang mewajibkan mandi janabah (mandi untuk menghapus hadas besar) dan khusus hanya dialami oleh perempuan. Oleh karena itu haid mempunyai masalah-masalah lain, maka dibicarakan secara tersendiri.

1. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim perempuan melalui vagina (faraj), mengiringi lahirnya bayi.
  • Paling sedikit nifas itu keluar mengiringi bayi kemudian berhenti, sebanyak-banyaknya keluar dalam waktu 60 hari,
  • Biasanya nifas itu berlangsung 40 hari.
  • Darah yang masih keluar sesudah hari ke-60 sesudah kelahiran bayi, dihukumi "bukan nifas" artinya masa "bebas kewajiban shalat" berakhir; si perempuan harus segera mandi janabah dan melakukan kewajiban shalat.

2. Haid adalah darah yang keluar dari rahim melalui vagina yang berasal dari telur yang turun dari indung telur ke rahim yang setiap bulan berlangsung. Kalau telur itu tidak "dibuahi" oleh sel-sel sperma laki-laki, maka kemudian telur itu pecah menjadi darah, dengan keterangan-keterangan sebagai berikut :
  • Umur perempuan yang mengeluarkan darah haid, sedikitnya 9 tahun,
  • Paling sedikit darah haid keluar selama satu hari satu malam (24 jam) atau beberapa hari berputus-putus selama 24 jam,
  • Paling banyak darah haid keluar dalam jangka waktu 15 hari (tidak pandang berapa jam, asal lebih dari 24 jam)
  • Jarak antara haid yang lalu dengan yang sekarang, sedikitnya 15 hari,
  • Biasanya darah haid keluar dalam jangka waktu seminggu
Kalau darah bulanan keluar menyimpang dari keadaan tersebut diatas, maka dihukumi "bukan darah haid" tetapi darah istihadhah, artinya dalam keadaan istihadhah itu si perempuan wajib shalat, berpuasa dan sebagainya. Contoh istihadhah antara lain :
  • Perempuan yang mengeluarkan darah, belum cukup umur 9 tahun,
  • Darah keluar kurang dari satu hari satu malam terus menerus, atau kurang dari jumlah 24 jam (kalau terputus-putus), 
  • Darah keluar melebihi jangka waktu 15 hari,
  • Darah keluar sebelum ada jarak 15 hari dengan haid yang lalu.
Darah istihadhah adalah darah penyakit/sebab-sebab lain, bukan pecahan telur yang tidah "dibuahi". Tetapi karena untuk menentukan apakah itu darah telur atau darah penyakit memang sulit, maka oleh ilmu fiqih dibuat kaidah-kaidah seperti tersebut diatas. Hanya mengenai darah yang keluar lebih dari jangka waktu 15 hari, ada beberapa kemungkinan keluarnya darah istihadhah, diantaranya sebagai berikut :
  • Mungkin si perempuan itu mengeluarkan darah untuk pertama kali (istilah fiqih: mubtadiah). Dalam hal ini, yang dihukumi haid hanya yang satu hari satu malam, selebihnya (mungkin 15 hari atau lebih dihukumi istihadhah)
  • Mungkin si perempuan sudah biasa mengeluarkan darah haid (istilah fiqih:mu'tadah). Dalam hal ini yang dihukumi haid hanyalah darah haid yang keluar dalam jangka waktu biasanya dia haid pada bulan-bulan lalu.
  • Mungkin si perempuan itu sudah tidak lagi ingat berapa hari dia haid di bulan-bulan yang lalu (istilah fiqih: mutahayyirah). Dalam hal ini yang dihukumi haid selama satu hari satu malam.
  • Mungkin si perempuan selama mengeluarkan darah itu melihat perbedaan-perbedaan darahnya (ada yang kental dan ada yang encer, kadang berwarna tua, kadang berwarna muda). Dalam hal ini yang dihukumi haid adalah darah yang kuat (yang berwarna tua dan/atau yang kental)
Hal-hal diatas hanyalah mengenai darah yang keluar melebihi jangka waktu 15 hari. Kalau kurang dar 15 hari semua dihukum haid.

Dalam kitab-kitab fiqih yang besar, masalah ini dibahas panjang lebar, diperinci secara rumit. Kiranya yang diutarakan diatas sudah memadai sebagai pedoman mengenai hal haid dan istihadhah ini.

Darah istihadhah, tidak termasuk hadas besar, tetapi hadas kecil. Artinya perempuan yang mendapat istihadhah atau dihukumi istihadhah, tidak bebas dari kewajiban shalat (wajib shalat). Juga tidak dilarang berpuasa, bahkan wajib pula berpuasa ramadhan. 



Sumber : Buku Fiqih Perempuan Praktis

Arti Takut Kepada Allah (Khauf) yang Sebenarnya

takut kepada Allah
Takut Kepada Allah - Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rosulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menciptakan malaikat yang memiliki sayap di timur dan di barat. Kepalanya menyentuh Ars dan kakinya menyentuh lapisan ketujuh bumi. Ia memiliki bulu sejumlah mahluk Allah. Jika seseorang; laki-laki maupun perempuan dari umatku bershalawat kepadaku, maka Allah memerintahkan malaikat itu masuk kelautan cahaya dibawah Ars. Maka ia menceburkan dirinya. Setelah keluar ia mengepakkan sayapnya dan berjatuhan  lah tetesan air dari bulunya. Maka kemudian Allah menciptakan dari tetesan itu seorang malaikat dan akan selalu meminta ampun kepadanya (orang yang membaca sholawat itu) hinggga hari kiamat."

Sebagian ahli kitab berkata, "Keselamatan jasad ditentukan oleh sedikitnya makanan. Keselamatan jiwa ditentukan sedikitnya dosa. Dan keselamatan agama ditentukan oleh sholawat kepada Nabi sebaik-baik manusia."

Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah" maksudnya adalah takutlah kalian semua kepada Allah. Setiap hari senantiasalah memperhatikan apa yang akan terjadi didepan. beramallah kalian semua untuk keselamatan hari kiamat. Maka, bersedekahlah dan perbanyak amal dengan landasan taat sehingga engkau akan mendapatkan pahalanya di hari kiamat. Bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah itu maha memperhatikan terhadap segala hal yang kalian semua lakukan.'' (surah Al Hasyr ayat 18). 

Semua amal baik-baik dan buruk menjadi perhatian Allah karena semua malaikat, langit, bumi, waktu siang dan malam, pada hari kiamat kelak akan bersaksi atas perbuatan anak-anak Adam. baik perbuatan taat maupun maksiat. bahkan seluruh anggota tubuhnya nanti akan menjadi saksi perbuatannya. Bumi akan bersaksi untuk kaum mukmin dan orang zahid (sederhana) seraya berkata: "Engkau telah laksanakan salat, puasa, haji, berjihad diatas ku." Maka, berbahagialah orang mukmin dan zahid dengan kesaksian itu. Dan kemudian bumi bersaksi atas orang - orang durhaka, seraya berkata : "Betapa malangnya jika hal dijadikan perhitungan allah yang maha kasih dan segala yang kasih."

Seseorang mukmin adalah seorang yang takut kepada Allah dengan seluruh anggota badannya. Abu Layts, seorang ahli fikih besar berkata, "Tanda-tanda takut (khauf) kepada allah tampak dalam tujuh hal," diantaranya : 
  1. Pada lisannya, Ia akan menolak bicara bohong, mencela orang, adu domba, mengucapkan kata-kata kotor, dan berbicara tanpa guna lisanya senantiasa sibuk dengan zikir kepada allah, membaca al-qur'an dan menghiasi dirinya dengan ilmu pengetahuan.
  2. Pada hatinya, maka orang yang tajut kepada Allah akan meninggalkan sikap dengki. Sebab dengki akan menghapus kebaikannya, seperti api memangsa kayu. "Ketahuilah kedengkian itu adalah penyakit hati yang berat yang hanya bisa dibersihkan dengan ilmu dan amal.
  3. Pada matanya, maka dia tidak melihat sesuatu yang diharamkan, baik makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Ia pun tidak melihat dunia dengan kegairahan, selain sebagai bahan renungan (ikhtibar) dan dia tidak akan melihat sesuatu yang tidak halal baginya. Rosulullah bersabda, "Barangsiapa memenuhi matanya dengan pandangan haram maka Allah akan memenuhi kelak matanya dengan api."
  4. Pada perutnya, Perut mereka tidak akan dimasuki makanan yang haram karena makan sesuatu yang haram termasuk dosa besar. Rosulullah bersabda, "Ketika satu suapan barang haram masuk ke dalam tubuh anak adam, maka semua malaikat yang ada di langit dan di bumi melaknatnya selama makanan itu disimpan dalam tubuhnya. Jika ia mati dalam keadaan itu, maka neraka jahanam menjadi tempatnya."
  5. Pada Tangannya, maka orang yang takut kepada Allah tidak memanfaatkan tangannya untuk pekerjaan haram. Sebaliknya tangannya diarahkan untuk taat kepada Allah. Diriwayatkan dari Al Akhbar yang menyatakan bahwa Rosulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah membangun sebuah kerajaan di surga yang terbuat dari batu zabarjad hijau. Di dalamnya terdapat 70.000 villa. Pada setiap villa terdapat 70.000 rumah yang tidak akan ditempati siapapun selain seseorang yang ketika dihadapannya diberikan sesuatu yang haram, maka ia menolaknya karena takut kepada Allah."
  6. Pada langkah kakinya, Orang yang takut kepada Allah, tidak akan berjalan menuju arah maksiat maksiat kepada-Nya.. Ia akan berjalan ke arah taat kepada-Nya dan mencari ridho Allah semata. Ia akan melangkahkan kakinya untuk banyak bergaul dengan para ulama dan orang-orang saleh.
  7. Hidupnya dipenuhi ketaatan kepada Allah. Barangsiapa takut kepada Allah maka ketaatan menjadi cara hidupnya. Ia takut berbuat riya (pamer) dan bermuka dua (munafik). Jika seseorang telah melakukan ketaatan seperti itu, maka seperti difirmankan Allah, "Dan akhirat itu disediakan oleh tuhanmu untuk orang-orang yang bertakwa." (Surah Az-Zukhruf ayat 35).
Dalam surah Al Hijr ayat 45 Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu akan menikmati surga-surga dan mata air." Firman-Nya lagi dalam surah Ath Thur ayat 17, "Sesungguhnya orang yang bertakwa itu akan menempati surga yang penuh dengan kenikmatan." dalam firman-Nya yang lain pada surah Ad Dukhan ayat 52 disebutkan "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada pada tempat-tempat yang aman." 

Sepertinya Allah berfirman bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah orang-orang yang selamat pada hari kiamat kelak. Selayaknya seseorang yang beriman itu bersandar antara rasa takut(khauf) dan harapan(raja). Dia selalu mengharapkan rahmat Allah dan tidak putus asa mendapatkanya.

Allah berfirman dalam surah Ash-Shura ayat 28, "Janganlah putus asa dengan rahmat Allah." Cara mendapatkan rahmat Allah adalah dengan memperbanyak ibadah, meninggalkan perbuatan buruk, serta banyak bertobat kepada-Nya.



Sumber : Buku Risalah NU

Hukum Melaksanakan Ibadah Haji Dengan Uang Kredit

Ibadah Haji
Haji merupakan kewajiban manusia kepada Allah SWT dan rukun Islam yang kelima bagi orang muslim, baligh, berakal dan yang telah mampu (istitha'ah) yang tentunya harus dipermudah. 

Lalu bagaimana dengan persyaratan bahwa yang wajib menjalankan haji itu harus istitha'ah (mampu) atau berkemampuan melakukannya? "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (istitha'ah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), bahwa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali-Imran : 97).

Istitha'ah dalam hal ini dijelaskan oleh Rosulullah saw ialah adanya bekal dan kendaraan (zaad wa al rahilah). Bekal adalah pembiayaan membayar biaya perjalanan, biaya akomodasi dan konsumsi di tanah suci, sedangkan kendaraan adalah biaya balik ke negeri asalnya. Selain itu, istitha'ah juga dimaksudkan sebagai kecukupan atas keperluan nafkah bagi keluarga atau orang dibawah tanggungan orang yang hendak berhaji.

Tentang berhaji dengan cara berkredit ini para ulama berbeda pendapat. Pertama pendapat yang membolehkan, diantaranya Dr. Mohd. Daud Bakar, Direktur Eksekutif International Institute of Islamic Finance yang berkedudukan di Kuala Lumpur. Ia berargumentasi bahwa pola pekerjaan dan pendapatan pada zaman dahulu berbeda dengan pola pekerjaan pada zaman sekarang, dimana para pekerja pada zaman sekarang ini telah ada kontrak kerja dengan tempo dan penghasilan yang jelas. 

Sehingga kredit pun bukan sesuatu yang mengkhwatirkan karena merupakan bagian dari pola pekerjaan atau aktifitas ekonomi jaman ini. Juga, tidak ada nash Al-Qur'an dan Hadist yang jelas-jelas melarang seseorang yang bakal menunaikan haji dengan uang cara kredit untuk tujuan memudahkannya, dan mungkin memudahkan keluarganya untuk menunaikan haji.

Menurut pendapat yang lain, bahwa mengenai kebolehan "haji kredit" dengan berbagai alasannya tidak perlu diterima begitu saja. Kita perlu bimbang apakah keinginan untuk "memudahkan diri untuk menjalankan perintah Allah" bukan sekedar keinginan agar mudah melakukan kunjungan dan rekreasi keluarga ke tanah suci. 

Dari pihak bank atau instansi kredit, kita pun sulit membedakan antara keinginan untuk memudahkan umat Islam menjalankan perintah Allah atau hanya keinginan mencari keuntungan dari usaha kredit. Artinya, perlu melakukan usaha selektif antara kredit yang mungkin bisa dibayar dan sekiranya tidak mampu membayar dan antara perkreditan yang mengandung unsur ribawi dengan perkreditan yang murni syari'ah.

Para ulama memang memperbolehkan membayar haji secara kredit tapi harus diselesaikan menjelang keberangkatan haji. Hal ini untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat orang melaksanakan haji. Adapun hukum haji yang dilaksanakan tetap sah namun sebenarnya tidak diwajibkan yang bersangkutan. 

Artinya yang dilakukan orang yang berhaji dengan pinjaman kredit bukanlah haji yang diwajibkan Allah SWT kepada hambanya, namun umrah biasa yang disunnahkan. Akan tetapi, ibadah hajinya tetap sah dan cukup sehingga pada saat mampu berhaji tidak lagi wajib qadla' (menggantinya) karena ibadah haji dengan uang kredit hukumnya sah dan cukup. 


Dikutip dari Buku Risalah Nahdlatul Ulama Edisi Perdana No. 1/Thn. 1/Jumadil Awal 1428 H/Mei 2007


Dialog Iblis dan Rosulullah - Sebagai Pembukti Bahwa Iblis Musuh Nyata Manusia


Dari Muadz bin Jabal, dari Ibu Abbas: Ketika kami sedang bersama Rasulullah saw di kediaman seorang sahabat Anshar, terdengar panggilan seseorang dari luar rumah, “Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan memerlukanku.” Rasulullah saw bersabda: “Tahukah kalian siapa yang memanggil?” Kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Rasulullah melanjutkan, “Itu Iblis, laknat Allah bersamanya.”

Lalu Saidina Umar bin Khattab berkata:“Izinkan aku membunuhnya wahai Rasullulah.” Rasulullah menahannya: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, fahamilah apa hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.”

Ibnu Abbas ra berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.

Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin”

Rasulullah saw lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah swt, sebagai makhluk terlaknat, apa keperluanmu?”

Iblis menjawab: “ Wahai Muhammad, aku datang kesini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa”.

“Siapa yang memaksamu?”

“Seorang malaikat utusan Allah mendatanganiku dan berkata: Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.”

“Oleh karena itu aku sekarang mendatanganimu. Tanyalah apa yang hendak Kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.”

Orang yang dibenci Iblis

Rasulullah saw lalu bertannya kepada iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?” Iblis segera menjawab: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah makhluk Allah yang paling aku benci.”

“Siapa selanjutnya?” tanya Rasulullah saw.

“Pemuda yang bertaqwa memberikan dirinya mengabdi kepada Allah swt.”

“Lalu Siapa lagi?”

“Orang alim dan wara’ (loyal)”

“Lalu siapa lagi?”

“Orang yang selalu bersuci (juga merujuk kepada orang yang tetap wudu’nya).”

“Siapa lagi?”

“Seorang yang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain?”

“Apa tanda kesabarannya?”

“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang – orang yang sabar.”

“Selanjutnya apa?”

“Orang yang bersyukur”

“Apa tanda kesyukurannya ?”

“Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya”.

“Pandanganmu mengenai orang seperti Abu Bakar?”

“Ia tidak menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”

“Umar Bin Khattab ?”

“Demi Allah, setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur (ketakutan).”

“Usman Bin Affan?”

“Aku Malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”

“Ali Bin Abi Thalib?”

“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali Bin Abi Thalib selalu berdzikir terhadap Allah swt)

Amalan yang Dapat Menyakiti Iblis

“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?”

“Aku merasa panas dingin dan gemetar.”

“Kenapa?”

“Sebab, setiap seorang hamba yang bersujud 1 kali kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat hamba terebut.”

“Jika seorang umatku berpuasa ?”

“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”

“Jika ia berhaji?”

“Aku seperti orang gila.”

“Jika ia membaca Al-Qur’an?”

“Aku merasakan diriku meleleh laksana timah di atas api”

“Jika ia bersedekah?”

“ Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.”

“Mengapa boleh jadi begitu ?”

“ Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. Iaitu keberkatan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya.”

“Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?”

“Suara kuda perang dijalan Allah.”

“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?”

“Taubat orang bertaubat (orang yang benar-benar taubatnya).”

“Apa yang dapat membakar hatimu?”

“Istighfar diwaktu siang dan malam.”

“Apa yang dapat mencoreng (melukakan) wajahmu?”

“Sedekah yang diam-diam (contoh mudah ialah tangan kanan bersedekah walhal tangan kiri tidak mengetahui akan sedekah tangan kanan tersebut).”

“Apa yang dapat merosak wajahmu?”

“Solat fajar.”

“Apa yang dapat memukul kepalamu?”

“Solat berjamaah.”

“Apa yang paling mengganggumu?”

“Majlis para ulama.”

“Bagaimana cara makanmu?”

“Dengan tangan kiri dan jariku.”

“Dimanakah kau menaungi anak-anak mu dimusim panas?”

“Dibawah kuku manusia (perintah supaya memendekkan kuku).”

Manusia Yang Menjadi Teman Iblis

Lalu Baginda Rasulullah bertanya lagi: “Siapa temanmu wahai Iblis?”

“Pemakan riba”

“Siapa sahabatmu?”

“Penzina”

“Siapa teman tidurmu?”

“Pemabuk”

“Siapa utusanmu?”

“Tukang sihir (juga merujuk kepada orang yang menyesatkan)”

“Apa yang membuatmu gembira?”

“Bersumpah dengan cerai”

“Siapa kekasihmu?”

“Orang yang meninggalkan Solat Jumaat”

“Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?”

“Orang yang meninggalkan solatnya dengan sengaja”

Iblis Tidak Berdaya Dihadapan Orang yang Ikhlas

Rasullullah SAW lalu bersabda lagi: “Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan ummatku dan menyengsarakanmu.”

“Iblis segera menjawab: “Tidak. Tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga Hari Akhir. Bagaimana Kau mampu berbahagia dengan ummatmu, sementara aku mampu masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak mampu melihatku? Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang mampu membaca dan tidak mampu membaca, yang durjana dan yang soleh, kecuali hamba Allah yang Ikhlas (Mukhlisin).”

“Siapa orang yang ikhlas menurutmu?”

“Tidaklah Kau tahu wahai Muhammad, bahawa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat orang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku mampu pastikan bahawa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan serta hatinya masih selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku.”





Sumber :

  1. Kitab Sajaratul Kaun oleh Muhyidin Ibnu Arabi/Darul ‘Ilmi al – Munawar asy-Syamsiyah, Madinah.
  2. Iblis Dan Alamnya (Musuh Kamu Yang Paling Nyata) oleh Atok Zamany.

Inilah 9 Anak Cucu Setan yang Menggoda Manusia

Umar ra. telah mengatakan, bahwa anak cucu setan ada 9 yang selalu akan menggoda (menjerumuskan) manusia, yaitu :

  1. Setan Zalitun menggoda penghuni pasar dalam jual beli. Dia memancangkan bendera dusta, menipu, membujuk, merayu dan bersumpah.
  2. Setan Watsin suka mengkhianati bayi-bayi.
  3. Setan A'wan suka menggoda raja-raja.
  4. Setan Haffaf suka mendorong minum-minuman keras.
  5. Setan Murah bergerak dibidang musik (seruling)
  6. Setan Lakus menggoda agar menyembah api
  7. Setan Masuth menyebarkan berita-berita palsu/bohong. Dia menyebarluaskan berita bohong lewat lisan-lisan manusia.
  8. Setan Dasim berada dirumah seseorang dan apabila masuk rumah tidak suka membaca salam dan tidak suka menyebut nama-nama Allah. Dia mendorong adanya permusuhan dalam keluarga sehingga terjadi perceraian suami istri, khulu/talak, tebusan dari istri, pukul memukul dan sebagainya.
  9. Setan Walhan selalu mengacaukan manusia dalam berwudhu, shalat dan ibadah-ibadah yang lainnya.


Dalam riwayat lain nama-nama setan yang sembilan itu ialah sebagai berikut :

  • Setan Walhan menggoda manusia dalam berwudhu.
  • Setan Khanzab menggoda manusia dalam shalat.
  • Setan Zalanbur menggoda para pedagang.
  • Setan A'wan menggoda manusia agar berzina.
  • Setan Wasnan menggoda manusia dalam tidur.f. Setan Tabri menggoda manusia yang sakit
  • Setan Dasim menggoda manusia dalam makanan
  • Setan Matun menggoda manusia dalam minuman
  • Setan Abyad menggoda manusia ahli ibadah atau wali.

Keutamaan Mati Syahid dan Golongan yang di Anggap Mati Syahid Selain Orang yang Mati di Jalan Allah

mati syahid
Mati Syahid adalah seorang muslim yang meninggal karena berperang atau berjuang dijalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakaan agama Allah.

7 keutamaan orang yang mati syahid :
  1. Bau darahnya seperti aroma misk
  2. Tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah
  3. Ingin dikembalikan lagi ke dunia (untuk syahid lagi)
  4. Ditempatkan di Syurga Firdaus yang tertinggi
  5. Arwah Syuhada ditempatkan ditembolok burung hijau
  6. Orang yang mati syahid itu hidup
  7. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan

Golongan yang mati syahid selain orang yang mati dijalan Allah :

Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Syahid selain orang yang mati dijalan Allah ada 7 golongan, yaitu :
  • Orang yang mati karena muntaber (sakit perut), adalah syahid.
  • Orang yang mati karena tenggelam adalah syahid.
  • Orang yang mati karena perutnya kembung (busung).
  • Orang yang mati karena kolera.
  • Orang yang mati karena terbakar.
  • Orang yang mati karena tertimbun longsor.
  • Perempuan yang mati karena melahirkan."

Selain 7 macam syahid tersebut diatas masih ada lagi yang lainnya antara lain :
  • Mati karena hanyut
  • Mati karena dibuang.
  • Mati karena digigit binatang.
  • Mati karena kepanasan/kehausan.
  • Mati karena diterkam binatang buas.
  • Mati karena terjatuh.
  • Mati diatas kasur dalam rengka perang Sabilillah.
  • Mati terbunuh karena mempertahankan harta atau agamanya atau karena mempertanggungjawabkan amanat, atau karena membela keluarganya.
  • Mati dalam penjara yang ditawan karena dizalimi orang.
  • Mati karena rindu.
  • Mati dalam rangka mencari ilmu.
Terlepas dari semua golongan di atas, niat akhirlah yang menentukan orang tersebut mati syahid atau tidak. Allah yang maha tahu, Allah jua lah yang maha menentukan.