Kewajiban Menghadap Kiblat dalam Sholat

kabah
Yang menjadi landasan pokok dalam masalah menghadap kiblat ketika mendirikan sholat adalah Firman Allah SWT :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

"Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk." SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 150.

Al-Masjid al-Haram disini maksudnya adalah Ka'bah. Berkenaan dengan masalah ini terdapat beberapa dalil. Diriwayatkan dari Sayyid Ibn 'Abbas r.a. bahwa ia berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw. memasuki Baitullah (Ka'bah). beliau berdo'a pada semua sisinya, tetapi tidak melakukan sholat hingga keluar darinya. Setelah keluar, beliau melakukan rukuk dua kali (sholat dua rakaat) didepan Ka'bah. lalu beliau bersabda "Ini Kiblat".

Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda "Menghadaplah ke Kiblat dan bertakbirlah". Menghadap kiblat merupakan syarat sah sholat kecuali dalam dua keadaan, yaitu ketika keadaan sangat tidak aman, dan ketika melakukan sholat sunat dalam perjalanan.

Dalil boleh tidaknya menghadap kiblat ketika mendirikan sholat (fardhu dan atau sunat) adalah Firman Allah SWT: 

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ 

"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan aau berkendaraan." SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 239

Mengenai penafsiran ayat ini, Sayyidina Abdullah bin Umar r.a. mengatakan, "Jika ada rasa takut yang lebih besar daripada itu, hendaklah mereka melakukan sholat sambil berjalan dan berdiri diatas mata kakinya atau sambil berkendaraan, baik menghadap kiblat atau tidak."

Hal ini seperti dikatakan Imam Malik (dalam al-Muwaththa, I:184;dan termaktub dalam al-Bukhari, VIII:199). Nafi' mengatakan, "Menurutku, Abdullah bin Umar mengatakan hal itu semata-mata dari Rosulullah. (Keterangan tersebut bersumber dari Rosulullah saw.)."

Adapun bolehnya tidak menghadap kiblat ketika mendirikan sholat sunat dalam perjalanan, itu didasarkan kepada hadist yang diterima dari Sayyidina Abdullah bin Umar r.a. yang mengatakan, "Rosulullah saw. bertasbih (melakukan sholat sunat) diatas tunggangannya seraya menghadap kemana saja beliau menghadap, dan beliau pun melakukan sholat witir di atas tunggangannya itu. Hanya saja beliau tidak melakukan sholat fardhu diatasnya."

Diriwayatkan juga dari Sayyidina Jabir bin Abdullah r.a., ia mengatakan, Rosulullah saw. melakukan sholat diatas tunggangannya kemana saja tunggangan itu menghadap. Jika beliau saw. akan mendirikan sholat fardhu, beliau turun dan menghadap kiblat."

Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani -- dalam buku al-Fath al-Bari (I:503) mengatakan, "Hadist tersebut tidak bolehnya membelakangi kiblat dalam mendirikan sholat fardhu -- dengan ijmak, tetapi seseorang diberi rukhsah jika ia dalam keadaan sangat takut.


Penjelasan :

Imam al-Bukhari (I:502) dalam al-Fath al-Bari dan Imam Muslim dari Sayyidina al-Barra bin Azib r.a., ia mengatakan, "Selama kurang lebih enam belas atau tujuh belas bulan, Rosulullah saw. sholat dengan menghadap ke Bait al-Muqaddas. Beliau sangat berkeinginan menghadap ke Ka'bah. Karenanya, Allah SWT berfirman:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَ إِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ 

"Sesungguhnya Kami lihat muka engkau menengadah-nengadah ke langit, maka Kami palingkan­ lah engkau kepada kiblat yang engkau ingini. Sebab itu palingkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu semua berada palingkanlah mukamu ke pihaknya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab mengetahui bahwa­sanya itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan tidaklah Allah lengah dari apapun yang kamu amalkan.SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 144

Hingga beliau pun menghadap ke arah Ka'bah...." Yakni, ke arah Masjid al-Haram di Makkah al-Mukarramah.

Imam Nawawi --semoga Allah merahmatinya--dalam Syarh al-Muhadzdzab (III:191) mengatakan, "Etimologi mengatakan bahwa asal kata kiblat adalah al-jihah (arah). Dan Ka'bah itu disebut kiblat karena orang yang melakukan sholat menghadap ke arahnya dan Ka'bah pun menghadap kepada orang yang sholat itu."



Sumber :Buku Sholat Seperti Nabi Saw. (Hasan bin 'Ali as-Saqqaf)