Sholat Sunnah yang Biasa dikerjakan Umat Muslim

Sholat Sunnah
Yang dimaksud dengan sholat sunnah adalah semua sholat selain sholat fardhu lima waktu, shalat jum'at dan shalat jenazah. Yang dimaksud dengan amalan sunnah ialah suatu amalan yang apabila dilakukan, pelakunya akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan yang meninggalkannya tidak berdosa.


Shalat sunnah banyak macamnya, antara lain :


1. Shalat Rawatib


yaitu shakat sunnah yang mengiringi shalat fardhu baik dikerjakan sebelum atau sesudah shalat fardhu. Shalat rawatib yang dikerjakan sebelum shalat frdhu disebuat shalat qabliyah, dan uang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut shalat ba'diyah.


Shalat rawatib tersebut adalah :
- Dua/empat rakaat sebelum zhuhur
- Dua rakaat setelah zhuhur
- Dua rakaat sesudah maghrib
- Dua rakaat sesudah isya
- Dua rakaat sebelum shalat shubuh

Dari Abdullah bin Umar ia berkata : Saya ingat dari Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya dan dua rakaat sebelum shubuh. (HR. Al-Bukhori).

Keutamaan shalat sunnah rawatib dinyatakan dalam hadits-hadits berikut :

Dari Aisyah ra, dari Nabi SAW beliau telah bersabda : "Dua rakaat sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya." (HR. Muslim).

"Siapa yang shalat sehari semalam 12 rakaat maka dibangunlah baginya sebuah rumah di syurga, yaitu 4 rakaat sebelum zhuhur, 2 rakaat sesudah zhuhur, 2 rakaat seudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya, dan 2 rakaat sebelum shubuh." (HR. At-Turmudzi adn ia menyatakan bahwa hadits ini hasan dan shahih).


2. Shalat Lail 


yaitu shalat yang dikerjakan pada waktu malam hari. Di antara shalat lail adalah : 


Shalat witir, yaitu shalat sunnah yang dilakukan pada malam hari dengan jumlah rakaat ganjil, paling sedikit satu rakaat dan paling banyak sebelas rakaat. Cara melaksanakannya boleh memberi salam tiap-tiap dua rakaat dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat. Jika dilaksanakan dengan tiga rakaat maka tidak usah membaca tasyahud wala agar tidal serupa dengan shalat maghrib. Waktu pelaksanannya sesudah shalat isya hingga terbit fajar dan seyogyanya shalat witir ini sebagai penutup dari seluruh sholat pada malam hari.

Dari Abu Ayyub ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sholat witir itu hak bagi orang muslim, barang siapa yang senang melakukan sholat witir 5 rakaat maka lakukanlah. barang siapa yang senang melakukan sholat witir 3 rakaat maka lakukanlah. barang siapa yang senang melakukan sholat witir 1 rakaat saja maka lakukanlah." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

"Lakukanlah sholat witir lima, tujuh, sembilan, atau sebelas rakaat." (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Dari Jabir ra : Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang khawatir tidak bisa melakukan sholat witir di akhir malam maka hendaklah berwitir pada permulaan malam. barang siapa yang berkeinginan untuk sholat di akhirnya maka hendaklah berwitir pada akhirnya, sebab sesungguhnya sholat pada akhir malam itu disaksikan oleh para malaikat. dan itu yang lebih afdhol." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Dari Ali ra dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Wahai Ahlul Qur'an, shalat witirlah, sesungguhnya Allah ganjil, senang kepada ganjil." (HR. Imam lima. Hadits Shohih menurut Huzaimah).

Dari Tolq bin Ali dia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Tidak diperkenankan dua witir dalam satu malam." (HR. Ahmad dan Tiga imam. Hadits Shohih menurut Ibnu Hibban).


Shalat Tahajjud, yaitu shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling baik adalah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya di sepertiga malam terakhir. Jumlah rakaat sedikitnya dua rakaat dan paling banyak adalah 8 rakaat. Dalam banyak riyawat disebutkan bahwa beliau SAW shalat 8 rakaat setiap malam baik pada Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Firman Allah SWT : "Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Israa : 79).

Dari Abu Hurairoh ra dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah sholat malam.
"  (HR. Muslim)

Dari Jabir ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Dua rakaat yang dilakukan di pertengahan malam bisa melebur beberapa kesalahan." (HR. Dailami)

Bilal ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : 
" Hendaklah kamu senantiasa menjalankan sholat malam, sebab sesungguhnya sholat malam adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang sholeh sebelummmu, pendekatan diuri kepada Allah, mencegah dosa, menghapus beberapa kejahatan dan bisa menolak penyakit yang menyerang tubuh. "  (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Semoga Allah memberi rahmat kepada orang laki-laki yang bangun malam, lalu menjalankan sholat dan membangunkan istrinya lalu turut sholat. bila sang istri tidak mau, maka sang suami memercikkan air di muka sang istri."

Semoga Allah meberikan rahmat kepada seorang istri yang bangun di waktu malam, lantas mengerjakan sholat dan membangunkan suaminya lalu sang suami melakukan sholat. bila sang suami tidak mau maka sang istri memercikkan air ke muka sang suami (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Bila seorang laki-laki bangun di waktu malam, lalu membangunkan istrinya, lantas mereka sholat dua rakaat maka mereka termasuk orang-orang yang banyak berdzikir" (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).

Shalat Tarawih, yaitu sholat sunnah yang dikerjakan pada malam hadri pada bulan ramadhan. Hukummnya sunnah muakkad baik bagi laki-laki maupun perempuan. Waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai waktu shubuh. Mengenai jumlah bilangan rakaat shalat tarawih terdapat beberapa perbedaan di antara para ulama. Sebagian berpendapat 8 rakaat, sebagian lain ada yang berpendapat 20 rakaat dan 36 rakaat.

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW menganjurkan agar beribadah pada bulan Ramadhan, beliau tidak meyuruh dengan keras hanya beliau bersabda : "Barang siapa yang melakukan ibadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Dari Aisyah ra : Sesungguhnya Nabi SAW shalat di masjid lalu orang-orang ikut shalat bersama mengikuti beliau, lalu pada malam kedua beliau shalat lagi dan orang-orang sudah banyak (yang ikut), kemudian orang-orang berkumpul pada malam ketiga atau keempat, tapi Rasulullah SAW tidak keluar menemui mereka. Ketika sudah pagi beliau bersabda:

"Saya sudah melihat apa yang kalian lakukan, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian kecuali karena aku takut kalau (shalat tarawih) itu diwajibkan atas kamu semua". (HR. Muttafaq ‘Alaih).


3. Shalat 'Idain (Hari Raya) 


yaitu shalat sunnah pada dua hari raya, idul fitri (1 Syawal) dan idul adha (10 Dzulhijjah). Hukumnya adalah sunnah muakkad dan Rasulullah selalu melaksanakannya.


Dari Ibnu Abbas ra. sesungguhnya Nabi SAW shalat pada hari raya dua rakaat, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya. (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Dari Ummu 'Athiyyah ia berkata : Rasulullah SAW telah menyuruh kami pada hari raya Idul fitri dan Idul Adha agar kami membawa para gadis, perempuan yang sedang haidh, dan perempuan yang bertutup (memakai cadar) ke tempat shalat hari raya. Adapun perempuan yang sedang haidh mereka tidak melaksanakan sholat. (HR Al-Bukhori dan Muslim).

Shalat 'Idain boleh dilaksanakan di masjid atau di lapangan agar wanita yang sedang haidh dapat mendengarkan khutbah di lapangan tersebut.

Dalam sebuah hadits dinyatakan : Bahwa pada suatu hari raya hujan turun, maka Nabi SAW melaksanamakn shalat dengan sahabt-sahabatnya di masjid. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan AL-Hakim).

Sunnah-sunnah Shalat 'Idain
  • Dilaksanakan dengan berjamaah
  • Takbir tujuh kali pada rakaat pertama (setelah doa iftitah) dan lima kali pada rakaat kedua.
  • Mengangkat tangan setiap kali takbir.
  • Membaca tasbih di antara takbir, dengan lafazh "subhanallaah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar" (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar).
  • Membaca surat Al-A'laa pada rakaat pertama dan Al-Ghosyiyah pada rakaat kedua, atau surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al-Qomar pada rakaet kedua.
  • Menyaringkan bacaan takbir, Al-Fatihah dan surat.
  • Khutbah dua kali setelah shalat.
  • Khatib memulai khutbah pertama dengan sembilan kali takbir dan khutbah kedua dengan tujuh kali takbir.
  • Mandi dan berhias diri, memakai wangi-wangian serta mengenakan pakaian yang terbagus.
  • Makan sebelum sholat Idul fitri, dan tidak makan sebelum sholat Idul Adha.
  • Membaca takbir di luar shalat, mulai terbenam matahari hingga khatib naik ke mimbar (untuk shalat Idul Fitri), dan mulai dari shubuh hari Arafah sampai waktu ashar hari terakhir tasyrik (untuk shlata Idul Adha).

4. Shalat Khusuf dan Kusuf

Shalat Khusuf adalah shalat sunnah ketika terjadi gerhana bulan, sedang shalat kusuf adalah shalat sunnah ketika terjadi gerhana matahari.


"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (QS. Al-Fushshilat : 37).

"Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya menjadi tanda adanya Allah dan kekuasaanNya. Keduanya menjadi gerhana bukan karena kematian seseorang bukan pula karena hidupnya seseorang. Maka apabila kamu melihat keduanya gerhana, maka berdoa'alah kepada Allah dan shalatlah hingga habis gerhana itu." (HR Al-Bukhori dan Muslim).

Pelaksanakannya boleh berjama'ah boleh pula sendiri, dengan cara-cara sebagai berikut :

  • Berdiri dengan niat shalat gerhana ketika takbiratul ihram, lalu membaca Al-Fatihah dan surat/ayat kemudian ruku' lalu berdiri kembali dan membaca Al-Fatihah dan surat/ayat yang kedua kali, lalu ruku', i'tidal dan sujud dua kali. Yang demikian itu terhitung satu rakaat. Kemudian diteruskan rakaat kedua seperti rakaat pertama, dan diakhri dengan salam. Jadi shalat gerhana ini dilaksanakan dua rakaat, empat kali membaca Al-Fatihah dan surat, empat kali ruku', dan empat kali sujud.
  • Cara kedua sama seperti cara pertama hanya saja berdiri agak lama dengan membaca surat yang panjang dan ruku'nya agak lama. Al-Fatihah dan surat dibaca dengan suara keras baik gerhana matahari atau bulan. Hal ini karena Rasulullah mengeraskan suara pada waktu shalat gerhana. Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk gerhana bulan dengan suara keras, sedang gerhana matahari tidak dikeraskan. 
  • Cara yang ketiga sama seperti melaksanakan shalat sunnah yang lain. Setelah shalat dilanjutkan dengan khutbah yang isinya antara lain menyuruh manusia bertaubat dari perbuatan dosa dan menyruh beramal kebaikan.

5. Shalat Tahiyyatul Masjid

yaitu shalat untuk menghormari masjid. Bagi orang yang masuk masjid disunnahkan untuk melakukan shalat tahiyyatul masjid sebanyak dua rakaat sebelum dia duduk di masjid itu (untuk i'tikaf).


Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW besabda : "Apabila salah seorang diantara kalian masuk ke masjid, maka hendaklah ia tidak duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).


6. Shalat Dhuha


ialah sholat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha (mulai matahari setinggi tombak pada pagi hari sampai mendekati waktu zhuhur). Shalat dhuha sedikit-dikitnya adalah dua rakaat dan sebanyak-banyaknya adalah dua belas rakaat.


Dari Abu Hurairah ia berkata : "Telah berpesan kepadaku (Rasulullah SAW) tiga macam pesan, yaitu berpuasa tiga hari tiap-tiap bulan, shalat dhuha dua rakaat dan shalat witir sebelum tidur." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Dari Anas, Nabis SAW bersabda : "Barang siapa yang sholat dhuha 12 rakaat Allah akan membuatkan baginya istana di syurga." (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah).


7. Shalat Istisqo


yaitu shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon kepad Allah SWT agar diturunkan hujan. Shalat ini dilaksanakan pada saat musim kemarau panjang.

Caranya dapat dilakukan dengan :

  • Dengan berdoa baik sendiri-sendiri atau beramai-ramai.
  • Berdoa dalam khutbah jum'at.
  • Yang paling sempurna adalah dengan melakukan shalat istiqo. Dalam sebuah hadits : Rasulullah SAW telah keluar pergi untuk meminta hujan lalu beliau berpaling membelakangi orang banyak. Beliau mengahadap kiblat dan beliau balikkan selendang beliau. (HR. Muslim).
  • Sebelum melaksanakan shalat, semua orang baik laki atau perempuan, tua muda, bahkan orang lemah pun diusahakan untuk ikut ke lapangan. Sebelum itu hendaklah salah seorang diantara mereka (tokoh) memberikan nasehat agar mereka bertaubat dari segala dosa, dan berhenti dari kezaliman dan segera beramal kebajikan.
  • Sebelum pergi ke lapangan hendaklah mereka berpuasa empat hari berturut-turut. Pada hari ke empat mereka menuju lapangan dengan pakaian yang sederhana. Mereka berjalan tenang serta merendahkan diri dengan penuh harap pertolongan Allah SWT. Kemudian kahtib berdiri dan berkhutbah yang dimulai dengan istighfar, hamdalah, serta syahadat seperti dalam shalat jum'at. Di dalam khutbah hendaknya khatib mengajak jama'ah untuk bertaubat dan menerangkan bahwa Allah Maha Pemurah kepada seluruh hambaNya jika hambaNya bersungguh-sungguh dalam berdoa dan memohon kepadaNya. Kemudian berdoa.
  • Setelah berdoa, kemudian melaksanakan shalat dua rakaat tanpa adzan dan iqomah. Pada rakaat pertama membaca surat Al-A'la setelah Al-Fatihah dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ghosyiyah.

8. Shalat Istikharah


ialah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon petunjuk kepada Allah atau dipilihkan antara beberapa pilihan yang paling baik untuk dilaksanakan.


Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW mengajarkan kami minta petunjuk dalam perkara-perkara yang penting. Beliau bersabda : "Jika salah seorang di antara kamu menghendaki suatu pekerjaan maka hendaklah ia shalat dua rakaat lalu berdoa." (HR. Al-Bukhori).
,

Sejarah Adzan dan Iqomah Serta Tata Cara Pelaksanaannya

azan_iqomah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi SAW mengumpulkan para sahabat untukmemusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. 

Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Usul lainnya adalah nyala api di atas bukit. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi SAW, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah).

Pada suatu malam, Abdullah bin Zaid (beliau adalah seorang hamba Allah yang berasal dari bani Khazraj, beliau mengikuti baiah aqabah ke-2) bermimpi. Dalam mimpinya, beliau melihat ada seseorang yang sedang membawa lonceng dengan tangannya mengelilingiku.

Akupun berkata : "Wahai hamba Allah, apakah engkau maun menjual lonceng itu?"
Dia berkata : "untuk apa anda menanyakan terompet ini?"
Zaid berkata : "akan kami gunakan untuk panggilan shalat".
Dia berkata : "Apakah kau mau kuberitahu yang lebih baik dari itu?"
Maka kukatakan : "Tentu."
Dia berkata : "Kau ucapkan saja kata-kata berikut ini:


Allahu Akbar - Allahu Akbar (2x)

Asyhadu alla ilaha illallah (2)

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (2x)

Hayya 'alash sholah (2 kali) 

Hayya 'alal falah (2 kali) 

Allahu Akbar - Allahu Akbar (1x)

La ilaha illallah (1x).

Kalimat tersebut kini kita kenal dengan Adzan.


Asal Muasal Iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika shalat akan segera didirikan:

Allahu Akbar, Allahu Akbar 

Asyhadu alla ilaha illallah 

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah 

Hayya 'alash sholah 

Hayya 'alal falah 

Qod qomatish sholah (2 kali), artinya: "Shalat akan didirikan" 

Allahu Akbar, Allahu Akbar 

La ilaha illallah 


Begitu waktu subuh tiba, Zaid mendatangi Rasulullah SAW kemudian dia memberitahu beliau apa yang dimimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. PanggillahBilal bin Rabah dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar dia yang mengumandangkannya, karena sesungguhnya suaranya lebih lantang dan merdu darimu."
Abdullah bin Zaid pun menemui Bilal, lalu dia menajarkan adzan kepadanya.

Suara adzan yang dikumandangkan oleh Bilal pun terdengar olehUmar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Umar berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."

Adzan dan Iqomah merupakan di antara amalan yang utama di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
Imam sebagai penjamin dan muadzin (orang yang adzan) sebagai yang diberi amanah, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan untuk para muadzin

Berikut sedikit penjelasan yang berkaitan dengan tata cara adzan dan iqomah.


Pengertian Adzan

Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah Ayat 3:

وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ



“dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia”

Adapun makna adzan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu.


Hukum Adzan

Ulama berselisih pendapat tentang hukum Adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum azan adalah sunnah muakkad, namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan hukum adzan adalah fardu kifayah. Akan tetapi perlu diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau pun disunnahkan untuk melakukan adzan.


Syarat Adzan

1. Telah Masuk Waktu Shalat

Syarat sah adzan adalah telah masuknya waktu shalat, sehingga adzan yang dilakukan sebelum waktu solat masuk maka tidak sah. Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan subuh. Adzan subuh diperbolehkan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum waktu subuh tiba dan ketika waktu subuh tiba (terbitnya fajar shadiq). [6]

2. Berniat adzan

Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.

3. Dikumandangkan dengan bahasa arab
Menurut sebagian ulama, tidak sah adzan jika menggunakan bahasa selain bahasa arab. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzhab Hanafiah, Hambali, dan Syafi’i.

4. Tidak ada lahn dalam pengucapan lafadz adzan yang merubah makna

Maksudnya adalah hendaknya adzan terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang hal tersebut bisa merubah makna adzan. Lafadz-lafadz adzan harus diucapkan dengan jelas dan benar.

5. Lafadz-lafaznya diucapkan sesuai urutan

Hendaknya lafadz-lafadz adzan diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang sahih. Adapun bagaimana urutannya akan dibahas di bawah.

6. Lafadz-lafadznya diucapkan bersambung

Maksudnya adalah hendaknya antara lafazh adzan yang satu dengan yang lain diucapkan secara bersambung tanpa dipisah oleh sebuah perkataan atau pun perbuatan di luar adzan. Akan tetapi diperbolehkan berkata atau berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti bersin.

7. Adzan diperdengarkan kepada orang yang tidak berada di tempat muadzin
Adzan yang dikumandangkan oleh muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak berada di tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengeraskan suara atau dengan alat pengerasa suara.


Sifat Muadzin

1. Muslim

Disyaratkan bahwa seorang muadzin haruslah seorang muslim. Tidak sah adzan dari seorang yang kafir.

2. Ikhlas hanya mengharap wajah Allah

Sepatutnya seorang muadzin melakukan adzan dengan niat ikhlas mengaharap wajah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Tetapkanlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya itu.”

3. Adil dan amanah

Yaitu hendaklah muadzin adil dan amanah dalam waktu-waktu shalat.

4. Memiliki suara yang bagus

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepada sahabat Abdullah bin Zaid: “pergilah dan ajarkanlah apa yang kamu lihat (dalam mimpi) kepada Bilal, sebab ia memiliki suara yang lebih bagus dari pada suaramu”

5. Mengetahui kapan waktu solat masuk
Hendaknya seorang muadzin mengetahui kapan waktu solat masuk sehingga ia bisa mengumandangkan adzan tepat pada awal waktu dan terhindar dari kesalahan.


Sifat Adzan
Terdapat tiga cara adzan, yaitu :
Adzan dengan 15 kalimat, yaitu dengan lafazh :



4x اَللهُ اَكْبَرُاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ ×2

اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh abu hanifah dan imam ahmad.
Adzan dengan 19 kalimat, yaitu sama seperti adzan cara pertama akan tetapi ditambah dengan tarji’ (pengulangan) pada syahadatain. Tarji’ adalah mengucapkan syahadatain dengan suara pelan, tetapi masih terdengar oleh orang-orang yang hadir- kemudian mengulanginya kembali dengan suara keras. Jadi lafazah “asyhadu alla ilaaha illallaah”dan“asyhadu anna muhammadarrasulullah”masing-masing diucapkan empat kali. Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i.
Adzan dengan 17 kalimat, yaitu sama dengan cara adzan kedua akan tetapi takbir pertama hanya diucapkan dua kali, bukan empat kali. Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh Imam Malik dan sebagian Ulama’ Madzhab Hanafiah. Akan tetapi menurut penulis Shahiq Fiqh Sunnah, hadits yang menjelaskan kaifiyat ini adalah hadits yang tidak sahih. Sehingga adzan dengan cara ini tidak disyariatkan.


Yang Dianjurkan bagi Muadzin
1. Adzan dalam keadaan suci

Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum yang menganjurkan agar manusia dalam keadaan suci ketika berdizikir (mengingat) kepada Allah.

2. Adzan dalam keadaan berdiri

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salamdalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar : “berdiri wahai bilal! Serulah manusia untuk melakukukan solat!”

3. Adzan menghadap kiblat

4. Memasukkan jari ke dalam telinga

Ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh sahabat Bilal ketika adzan.

5. Menyambung tiap dua-dua takbir

Maksudnya adalah menyambungkan kalimat Allahu akbar-allahu akbar, tidak dijeda antara keduanya.

6. Menolehkan kepala ke kanan ketika mengucapakan “hayya ‘alas shalah”dan menolehkan kepala ke kiri ketika mengucapakan “hayya ‘alal falah”.

7. Menambahkan “ash shalatu khairum minannaum” pada azan subuh.



Pengertian Iqamah

Iqamah secara istilah maknanya adalah pemberitahuan atau seruan bahwa sholat akan segera didirikan dengan menyebut lafazh-lafazh khusus.


Hukum Iqamah
Hukum iqamah sama dengan hukum adzan, yaitu fardu kifayah. Dan hukum ini juga tidak berlaku untuk wanita.


Sifat Iqamah
Ada dua cara iqamah :

1. Dengan sebelas kalimat, yaitu :

2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
1x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
1x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
1xحَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2xقَدْ قَامَتِ الصَّلاَةِ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ


2. Dengan tujuh belas kalimat, yaitu :

4xاَللهُ اَكْبَرُ
2x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
2x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
2x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةِ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ




Apakah yang Melaksanakan Iqamah Harus Orang yang Mengumandangkan Adzan?
Sebagian besar ulama’ mengatakan hukumnya adalah hanya anjuran dan tidak wajib, sebagaimana kebiasaan Sahabat Bilal, beliau yang adzan beliau pula yang iqamah. Dan boleh hukumnya jika yang adzan dan iqamah berbeda.

Penentuan Jadwal Shalat Fardhu

Dari sudut pandang Fiqih penentuan waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :
  • Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shiddiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shiddiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kidzib atau Fajar Semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet yang terletak antara Bumi dan Matahari. Setelah cahaya ini muncul beberapa menit kemudian cahaya ini hilang dan langit gelap kembali. Saat berikutnya barulah muncul cahayamenyebar di cakrawala secara horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shiddiq. Secara astronomis Subuh dimulai saat kedudukan matahari ( s° ) sebesar 18° di bawah horizon Timur atau disebut dengan “astronomical twilight” sampai sebelum piringan atas matahari menyentuh horizon yang terlihat (ufuk Hakiki / visible horizon). Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut s=20° dengan alasan kepekaan mata manusia lebih tinggi saat pagi hari karena perubahan terjadi dari gelap ke terang. 
  • Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon). Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah Barat. Waktu tengah hari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu. Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi piringan matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika berada di titik tertinggi (Istiwa). Secara teoretis, antara Istiwa dengan masuknya Zuhur ( z° ) membutuhkan waktu 2 menit, dan untuk faktor keamanan biasanya pada jadwal shalat waktu Zuhur adalah 4 menit setelah Istiwa terjadi atau z=1°. 
  • Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Secara astronomis ketinggian matahari saat awal waktu Ashar dapat bervariasi tergantung posisi gerak tahunan matahari/gerak musim. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria waktu Ashar adalah saat panjang bayangan = panjang benda + panjang bayangan saat istiwa. Dengan demikian besarnya sudut tinggi matahari waktu Ashar ( a° ) bervariasi dari hari ke hari. 
  • Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat.Secara astronomis waktu maghrib dimulai saat seluruh piringan matahari masuk ke horizon yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon) sampai waktu Isya yaitu saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut i=18° di bawah horison Barat. 
  • Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur. Secara astronomis, waktu Isya merupakan kebalikan dari waktu Subuh yaitu dimulai saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat sampai sebelum posisi matahari sebesar s° di bawah horizon Timur. 
  • Waktu Imsak Diawali 10 menit sebelum Waktu Subuh dan berakhir saat Waktu Subuh. Ijtihad 10 menit adalah perkiraan waktu saat Rasulullah membaca Al Qur’an sebanyak 50 ayat waktu itu. Untuk waktu Imsak ini saya kutipkan dari pelbagai sumber, karena ada pergeseran interpretasi akan tujuan imsak diadakan. Awal mula imsak diperkenalkan kepada masyarakat menurut saya sebagai peringatan bahwa sebentar lagi waktu sahur akan habis. Artinya pada saat imsak tersebut waktu sahur belum habis tetapi dihimbau untuk mengurangi aktivitas makan dan minum karena khawatir kebablasan. Layaknya lampu kuning pada traffic light, artinnya siap-siap sebentar lagi puasa dimulai. Namun seiring waktu berjalan imsak ini terasimilasi kedalam ranah payung hukum puasa dimana banyak yang memahami imsak sebagai waktu awal dimulainya berpuasa. 
Sampai saat ini masih banyak ditemukan orang yang berpegang teguh kepada pendapat bahwa imsak itu merupakan awal dimulainya ibadah puasa. Meraka akan menghindari makan dan minum setelah imsak meski waktu subuh belum datang karena akan membatalkan puasa mereka.

Saya hanya mau menggaris bawahi bahwa masih banyak hal-hal yang berkenaan dengan ibadah namum minim informasi sehingga sering kali terjadi salah penafsiran di kalangan masyarakat, salah satunya imsak ini. Oleh karena itu pihak terkait harus bisa lebih memberikan informasi yang benar, akurat, dan lengkap ketika akan membuat dan mengeluarkan suatu aturan yang berfungsi untuk menunjang aktivitas tertentu agar bisa difahami sebagaimana mestinya.

menahan diri dari makan dan minum adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ 

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” 
(Qs. Al Baqarah: 187) 

Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ 

Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat (yaitu shalat shubuh) dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).” 

(Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul Marom)

Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ 

Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” 

(HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.” 

Demi menjaga “keamanan” terhadap jadwal waktu shalat yang biasanya diberlakukan untuk suatu kawasan tertentu, maka dalam hal ini setiap awal waktu shalat menggunakan kaidah “ihtiyati” yaitu menambahkan beberapa menit dari waktu yang sebenarnya. Besarnya ihtiyati ini biasanya ditambahkan 2 menit di awal waktu shalat dan dikurangkan 2 menit sebelum akhir waktu shalat.

Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke Selatan selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari. Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah jadwal waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat dipergunakan lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak geografis serta ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di atas.

waktu shalat
Diagram Waktu Shalat berdasarkan posisi matahari 

Berdasarkan konsep waktu menggunakan posisi matahari secara astronomis para ahli kini berusaha membuat rumus waktu shalat berdasarkan letak geografis dan ketinggian suatu tempat di permukaan bumi dalam bentuk sebuah program komputer yang dapat menghasilkan sebuah tabulasi data secara akurat dalam sebuah “Jadwal Waktu Shalat”. Kini software waktu shalat terus dibuat dan dikembangkan diantaranya: Accurate Times, Athan Software, Prayer Times, Mawaqit, Shalat Time dsb. serta software produksi BHR Departemen Agama yang disebarluaskan secara nasional yaitu Winhisab. Program ini masih terlalu sederhana untuk kelas Nasional dan saya yakin BHR bisa membuat yang lebih baik lagi.


Waktu Shalat Sunah

Tidak semua shalat sunah mempunyai waktu tertentu melainkan beberapa shalat sunah sudah diatur waktunya. Waktu-waktunya adalah mengikuti waktu shalat yang dianjarkan Nabi Muhammad s.a.w. Diantara shalat sunah yang dilakukan mengikuti waktu tertentu adalah:
  • Shalat Dhuha - dilakukan ketika waktu matahari baru naik (mengikut pandangan beberapa ulama, pada ketinggian segalah atau tujuh hasta) atau sekitar 3,5° ketinggian Matahari. 
  • Shalat Ied - dilakukan pada waktu pagi hari raya yang pertama bagi kedu jenis hari raya tersebut, umumnya dilakukan pada waktu Dhuha yaitu waktu matahari baru naik (mengikut pandangan sebagian ulama, pada ketinggian segalah) 
  • Shalat Tarawih - dilakukan pada waktu Isya’ (umumnya dilakukan selepas Shalat Isya’ sebelum kemunculan waktu imsak) 
  • Shalat Sunat Gerhana - dilakukan pada waktu gerhana (matahari atau bulan) sedang terjadi. 
  • Shalat Sunat Rawatib - dilakukan sebelum dan selepas solat fardhu. Tidak semua solat mempunyai kedua-dua solat sunat. 

Waktu Haram Shalat

Berikut adalah waktu yang diharamkan solat (sebagian ulama mengatakan berlaku bagi selain tanah haram):
  • Waktu selepas shalat Subuh hingga terbit matahari. 
  • Waktu mulai terbit matahari (syuruk) hingga matahari berada di kedudukan pada kadar segalah (tujuh hasta). 
  • Waktu rambang (zawal, istiwa, rembah) atau waktu tengah hari (matahari tegak) hingga gelincir matahari kecuali hari Jum'at. 
  • Waktu selepas shalat Asar hingga matahari kekuningan. 
  • Waktu matahari kekuningan hingga matahari terbenam. 



Sumber : rukyatulhilal.org/waktu-shalat/index.html

Resep Cara Membuat Es Krim Stroberri

es krim stroberri
Bahan Es Krim Stroberri:
  • 475 ml krim 
  • 1 sdm susu skim, cairkan dengan 125 ml air 
  • 4 btr telur 
  • 100 g gula kastor 
  • 1 sdt ekstrak stroberi 
  • 100 g stroberi, haluskan 
  • 1/2 sdt vanili 

Cara Membuat Es Krim Stroberri:
  1. Campur stroberi, ekstrak stroberi dengan krim dan cairan susu. Aduk rata dan jerang di atas api kecil sambil diaduk terus. Jika sudah keluar gelembung udara, angkat. 
  2. Campur telur, gula, dan vanili, kocok hingga putih. Lalu, tuangkan ke dalam panci campuran susu dan buah di atas. Lalu dipanaskan lagi sambil diaduk hingga mengental. Angkat dan tuang ke dalam wadah plastik. Dinginkan. 
  3. Simpan dalam freezer selama 3 jam. Aduk sejam sekali dengan mikser agar tidak terjadi pengkristalan es. Lakukan hingga kurang lebih 4 kali. 
  4. Sajikan di tempat saji yang menarik. Ajaklah putra-putri Anda menghias dengan wafer atau permen warna-warni.


Untuk 8 porsi


Nilai gizi per porsi:
  • Energi: 146 Kkal 
  • Protein: 4,2 g 
  • Lemak: 7,9 g 
  • Karbohidrat: 14,3 g 

Resep Untuk Membuat Bubur Asyura

bubur asyura
Bubur Asyura
Bubur Asyura ialah bubur yang dibuat dengan berbagai campuran ramuan pada 10 Muharram yaitu pada Hari Asyura. Bubur ini juga dikenal sebagai sugha.

Bubur Asyura mesti mempunyai 10 jenis ramuan, jikalau lebih atau kurang, maka bubur tersebut bukan Bubur Asyura. Di setiap daerah, Bubur Asyura memiliki rasa dan ramuan yang berlainan. Hal ini, menyebabkan berbagai cara untuk membuat Bubur Asyura.


Bahan Untuk Membuat Bubur Asyura :
  • 100 gram beras, cuci bersih 
  • 400 cc santan cair/encer 
  • 200 cc santan kental 
  • 1 sdt garam 
  • 2 lembar daun salam 


Pelengkap :
  • Opor ayam 
  • Abon daging sapi 
  • Serundeng 
  • Sambal goreng kering tempe 
  • Dadar telur, dipotong tipis 
  • Bawang goreng 
  • Cabai, potong halus, digoreng 
  • Kacang kedelai goreng 
  • Daun kemangi 
  • Biji delima atau jeruk bali 


Cara Membuat Bubur Asyura :
  1. Rebus santan cair, masukkan beras, garam dan daun salam. Masak hingga beras lunak. 
  2. Masukkan santan kental, masak terus hingga menjadi bubur. 
  3. Sajikan bubur selagi hangat dengan bahan pelengkap. 

Resep Cara Membuat Bubur Talas Ketan

bubur talas ketan
Bahan Bubur Talas Ketan:
  • 250 gram talas, kukus, haluskan dalam keadaan panas. 
  • 3 sdm gula halus. 
  • 7 sdm tepung tapioka. 
  • 1 sdm minyak goreng. 
  • 8 sdm air hangat. 
  • 2 tetes pewarna merah. 
  • 2 tetes pewarna hijau. 
  • 2 tetes pewarna kuning. 
  • 1 pisang tanduk, rebus, potong balok (panjang 4 cm, lebar dan tinggi 1 cm). 

Kuah Bubur Talas Ketan:
  • 400 santan sedang. 
  • 1 sdt vanili. 
  • 150 gram gula pasir. 
  • 2 sdt garam.Rumah Islami 
  • 50 gram kelapa muda, potong dadu. 
  • 5 nangka mengkal, potong dadu kecil.


Cara membuat Bubur Talas Ketan:
  1. Campur talas, gula halus, tepung tapioka, dan minyak. 
  2. Aduk rata, tambahkan air sedikit demi sedikit, uleni hingga kalis. 
  3. Bagi adonan menjadi tiga. 
  4. Masing-masing adonan diberi pewarna merah, hijau, dan kuning. 
  5. Bentuk bulat-bulat, pipihkan. 
  6. Rebus air hingga mendidih, masak bulatan-bulatan talas hingga matang. Angkat dan siram dengan air dingin. 
  7. Kuah: masak semua bahan kecuali nangka, aduk terus hingga tidak pecah. Angkat dan masukkan nangka. 
  8. Sajikan bubur talas dengan sausnya.

Kewajiban Menghadap Kiblat dalam Sholat

kabah
Yang menjadi landasan pokok dalam masalah menghadap kiblat ketika mendirikan sholat adalah Firman Allah SWT :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

"Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk." SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 150.

Al-Masjid al-Haram disini maksudnya adalah Ka'bah. Berkenaan dengan masalah ini terdapat beberapa dalil. Diriwayatkan dari Sayyid Ibn 'Abbas r.a. bahwa ia berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw. memasuki Baitullah (Ka'bah). beliau berdo'a pada semua sisinya, tetapi tidak melakukan sholat hingga keluar darinya. Setelah keluar, beliau melakukan rukuk dua kali (sholat dua rakaat) didepan Ka'bah. lalu beliau bersabda "Ini Kiblat".

Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda "Menghadaplah ke Kiblat dan bertakbirlah". Menghadap kiblat merupakan syarat sah sholat kecuali dalam dua keadaan, yaitu ketika keadaan sangat tidak aman, dan ketika melakukan sholat sunat dalam perjalanan.

Dalil boleh tidaknya menghadap kiblat ketika mendirikan sholat (fardhu dan atau sunat) adalah Firman Allah SWT: 

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ 

"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan aau berkendaraan." SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 239

Mengenai penafsiran ayat ini, Sayyidina Abdullah bin Umar r.a. mengatakan, "Jika ada rasa takut yang lebih besar daripada itu, hendaklah mereka melakukan sholat sambil berjalan dan berdiri diatas mata kakinya atau sambil berkendaraan, baik menghadap kiblat atau tidak."

Hal ini seperti dikatakan Imam Malik (dalam al-Muwaththa, I:184;dan termaktub dalam al-Bukhari, VIII:199). Nafi' mengatakan, "Menurutku, Abdullah bin Umar mengatakan hal itu semata-mata dari Rosulullah. (Keterangan tersebut bersumber dari Rosulullah saw.)."

Adapun bolehnya tidak menghadap kiblat ketika mendirikan sholat sunat dalam perjalanan, itu didasarkan kepada hadist yang diterima dari Sayyidina Abdullah bin Umar r.a. yang mengatakan, "Rosulullah saw. bertasbih (melakukan sholat sunat) diatas tunggangannya seraya menghadap kemana saja beliau menghadap, dan beliau pun melakukan sholat witir di atas tunggangannya itu. Hanya saja beliau tidak melakukan sholat fardhu diatasnya."

Diriwayatkan juga dari Sayyidina Jabir bin Abdullah r.a., ia mengatakan, Rosulullah saw. melakukan sholat diatas tunggangannya kemana saja tunggangan itu menghadap. Jika beliau saw. akan mendirikan sholat fardhu, beliau turun dan menghadap kiblat."

Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani -- dalam buku al-Fath al-Bari (I:503) mengatakan, "Hadist tersebut tidak bolehnya membelakangi kiblat dalam mendirikan sholat fardhu -- dengan ijmak, tetapi seseorang diberi rukhsah jika ia dalam keadaan sangat takut.


Penjelasan :

Imam al-Bukhari (I:502) dalam al-Fath al-Bari dan Imam Muslim dari Sayyidina al-Barra bin Azib r.a., ia mengatakan, "Selama kurang lebih enam belas atau tujuh belas bulan, Rosulullah saw. sholat dengan menghadap ke Bait al-Muqaddas. Beliau sangat berkeinginan menghadap ke Ka'bah. Karenanya, Allah SWT berfirman:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَ إِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ 

"Sesungguhnya Kami lihat muka engkau menengadah-nengadah ke langit, maka Kami palingkan­ lah engkau kepada kiblat yang engkau ingini. Sebab itu palingkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu semua berada palingkanlah mukamu ke pihaknya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab mengetahui bahwa­sanya itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan tidaklah Allah lengah dari apapun yang kamu amalkan.SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 144

Hingga beliau pun menghadap ke arah Ka'bah...." Yakni, ke arah Masjid al-Haram di Makkah al-Mukarramah.

Imam Nawawi --semoga Allah merahmatinya--dalam Syarh al-Muhadzdzab (III:191) mengatakan, "Etimologi mengatakan bahwa asal kata kiblat adalah al-jihah (arah). Dan Ka'bah itu disebut kiblat karena orang yang melakukan sholat menghadap ke arahnya dan Ka'bah pun menghadap kepada orang yang sholat itu."



Sumber :Buku Sholat Seperti Nabi Saw. (Hasan bin 'Ali as-Saqqaf)