Yang dimaksud dengan kata "Mautaakum" dalam hadits ini adalah orang-orang sedang sekarat, yaitu orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.
Bila sudah diyakini orang tersebut sudah meninggal, maka hendaklah kedua matanya dipejamkan, karena ada keterangan hadits tentang hal itu.
Diwajibkan memandikan jenazah/mayit muslim kecuali dia syahid (meninggal di medan perang fisabilillah). Dalam hal ini, dia tidak perlu dimandikan dan tidak perlu juga dishalatkan. Dia hanya cukup dikuburkan dengan pakaiannya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memandikan orang-orang yang meninggal di perang Uhud dan tidak pula menshalatkan mereka.
Cara memandikan jenazah
- Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya. Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.
- Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa. Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.
- Yang paling utama, untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah -semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.
- Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk bagian bawah dan dua kain pembungkus.
- Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah laki-laki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar, begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.
- Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.
- Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.
- Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan terdekat. Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut memandikan jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.
- Niat salat jenazah laki-laki sebagai berikut:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
- Niat shalat janazah perempuan sebagai berikut:
اصلي علي هذه الميتة لله تعالي
- Apabila dilakukan secara berjemaah, tambahkan kata ma'muman atau imaman (sesuai posisi anda) sebelum kata lillahi ta'ala.
- Salat janazah dilakukan dengan berdiri saja. Tanpa duduk.
- Jumlah takbir salat jenazah ada empat.
- Takbir pertama membaca: Surat Al Fatihah
- Takbir kedua membaca sholawat Nabi. Contoh, allahumma solli ala Sayyidina Muhammad
اللهُمّ صلِّ علَي سَيِدِنا مُحمّد
- Takbir ketiga membaca doa untuk mayit. Contoh, allahumma ighfir lahu (laha) wa afihi wa'fu 'anhu
اللهم اغْفِرْ لَه وعافِهِ واعْفُ عنه
- Takbir keempat membaca salam sbb: assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
- Niat yang lengkap (hukumnya sunnah):
أصلِّي علي هذا الميت أربَعَ تَكبيرات فَرْضَ الكِفايَةِ لله تعالي
Tata Cara Sholat Jenazah Ghoib
Tata cara salat ghaib pada dasarnya sama persis dengan salat jenazah yang hadir yaitu sama-sama dilakukan dengan berdiri saja dan takbirnya ada empat takbir.
Yang sedikit berbeda adalah niatnya dan situasinya.
- Niat salat jenazah ghaib adalah ushalli ala al mayyiti al ghaibi lillahi ta'ala
اصلي علي الميت الغائب لله تعالي
- Salat ghaib dilakukan apabila mayit sudah dimakamkan atau yang mau mensalati berada di tempat lain.
Tata Cara dan Bacaan Sholat Jenazah yang di Sunahkan
Doa dan bacaan yang dibaca saat shalat jenazah pada poin I sudah cukup dan sah. Berikut tata cara/perilaku dan bacaan yang lebih lengkap yang disunnahkan dibaca.
- Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meetakkannya di antara dada dan pusar pada setiap takbir.
- Menyempurnakan lafadz niat sebagai berikut: Ushalli 'ala hadzal mayyiti (kalau mayit laki-lai) atau Ushalli 'ala hadzihil maytati (kalau mayit perempuan) fardhal kifayati (makmuman/imaman) lillahi ta'ala.
أُصَلِي علي هذا الميت فرضَ الكِفاية لله تعالي
- Memelankan bacaan fatihah.
- Membaca ta'awwudz ('a'udzubillah dst) sebelum membaca al Fatihah pada takbir pertama
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
- Tidak membaca do'a iftitah (kabiron wal hamdulillahi katsiron.. dst) pada/setelah takbir pertama.
- Membaca hamdalah (alhamdulillah) sebelum membaca shalawat.
- Menyempurnakan bacaan shalawat pada takbir ketiga, sebagai berikut:
أللهم صَلِّ علي سيدنامحمد وعلي ألِ سيدنا محمد كما صَلَيْتَ علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارِكْ علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
- Membaca do'a setelah takbir keempat sebagai berikut: allahumma la tahrimna ajrohu (ajroha -- kalau mayit perempuan) wala taftinna ba'dahu. waghfir lana walahu.
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ
- Menyempurnakan doa
- Menyempurnakan salam kedua: Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
- Dilakukan di masjid.
Doa Sholat Jenazah Setelah Takbir Ke-empat Lengkap
Untuk bacaan do'a pada/setelah takbir keempat yang lebih sempurna, Anda dapat membaca do'a berikut:
اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطابا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ اللَهُمّ اغْفِرْ ِلحَيِنا ومَيِتِنا وشاهِدِنا وغائِبِنا وصَغيرِنا وكَبيرِنا وذَكَرِنا وأُنْثانا
أللهم مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنا فَأَحْيِهِ عليَ الإسلام ومَنْ تَوَفَيْتَهُ مِنا فَتَوفَهُ علي الإِيمان
اللهم هَذَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدُكَ خَرَجَ مِنْ رُوْحِ الدُنْيَا وَسَعَتِها ومَحبُوبِها وأَحِبائِها فيها إليَ ظُلْمَةِ القَبْرِ وَمَا هُوَ لاَقِيَهُ كَانَ يَشْهَدُأَنْ لاإلَهَ إلاّ أنتَ وأنّ مُحمدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ وأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ
أللَهُمَ نَزَّلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرٌ مَنْزُولٌ بِهِ وأََصْبَحَ فَقِيْرًا إلي رَحْمتِكَ وأنت غَِنٌِيٌ عَنْ عَذَابِهِ وقَدْ جِِئْناكَ رَاغِبِين إلَيْكَ شُفَعاءً لَهُ
ألَلهُمَ إِنْ كَانَ محُسِنًا فَزِدْهُ فيِ إِحْسَانِهِ وإِنْ كانَ مُسِيئًا فَتَجاوَزْ عَنْهُ ولَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ الأََمْنَ مِنْ عَذابِكَ تَبْعَثُهَ إليَ جَنَتِكَ يا أَرْحَمَ الرَاحِمين
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan, lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa. Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.
Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.
Cara Menguburkan Jenazah
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah) agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
- "Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."
- Selanjutnya, kuburan boleh ditinggikan sejengkal dari tanah dan di atasnya diberi kerikil --kalau ada-- dan disiram dengan air.
- Dan disyariatkan bagi orang-orang yang mengantarkannya untuk berdiri di sisi kuburan dan berdo'a untuk si mayit. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila sudah selesai menguburkan orang meninggal dunia, beliau berdiri di sampingnya dan berkata:
- "Mohonlah ampun untuk saudara kalian dan mintakanlah untuknya ketetapan; sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya."
Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah dikuburkan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut, tapi dengan catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari setelah dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas kuburan. Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat di atas kuburan setelah sebulan dari penguburan.
Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu
- "Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya haram)." (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik).
- Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
- "Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."
- Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara', tidak ada batasan waktu untuk hal itu.
- Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
- Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian seorang kerabat dan yang lainnya.
- Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
- "Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
- "Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan.
- Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.