Pengertian Sesungguhnya Tentang Bid'ah Menurut Para Ulama

bid'ah-sunnah
Apakah sebetulnya bid'ah itu ? Dan apakah memang benar bid'ah itu selalu berkonotasi negatif, sehingga harus dihilangkan dari muka bumi ini ?. Belakangan, begitu gencar tudingan di Medsos (media sosial) seperti facebook, twitter atau yang lainnya pada seseorang atau kelompok tertentu. Yang satu menyatakan kelompok yang tidak sepaham dengannya melakukan bid'ah, sehingga mereka tersesak dan "berhak" masuk neraka. Sementara yang lainnya juga menuding kelompok lain mengembangkan bid'ah. Saling tuding inilah yang menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam.

Menurut al-Imam Abu Muhammad Izzuddin bin Abdisallam, Bid'ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernal dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah SAW.

Sebagian besar Ulama membagi Bid'ah menjadi 5 macam :

1. Bid'ah Wajibah, yakni bid'ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara', seperti mempelajari ilmu Nahwu, Syaraf, Balaghah dan lain-lain. Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur'an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara sempurna.

2. Bid'ah Muharramah, yakni bid'ah yang bertentangan dengan syara'. Seperti madzhab Jabariyyah dan Murji'ah.

3. Bid'ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik, tapi yang tak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara berjamaah, mendirikan madrasah atau pasantren.

4. Bid'ah Makruhah, menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.

5. Bid'ah Mubahah, seperti berjabatan tangan setelah shalat, dan makan makanan yang lezat.


Maka tidak heran sejak dahulu para ulama telah membagi bid'ah menjadi dua bagian besar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i RA yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari :

"Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur'an, sunah Nabi SAW, Atsar sahabat atau Ijma' ulama. Ini disebut dengan bid'ah Dhalal (sesat). Dan (Kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijma'). Maka perbuatan tersebut tergolong baru yang tidak tercela".

Syaikh Nabil Husaini menjelaskan sebagai berikut :

"Para ahli ilmu telah mebahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. Yang dimaksud dengan bid'ah hasanah adalah perbuatan yang sesuai kepada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid'ah hasanah ini masuk dalam bingkai sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, "Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang yang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang merintis sunnah jelek (sunnah sayyi'ah), maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa orang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka". Dan juga berdasarkan hadist shahih yang mauquf, yakni ucapan Abdullah bin Mas'ud RA, "Setiap sesuatu yang dianggap baik oleh semua muslim, maka perbuatan tersebut baik menurut Allah SWT, dan semua perkara yang dianggap buruk orang-orang Islam, maka menurut Allah perbuatan itu juga buruk". Hadist ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Amali" (al-Bid'ah al-Hasanah, wa Ashluha min al-Kitab wa al-Sunnah, 28)


Dari sini dapat diketahui bahwa bid'ah terbagi menjadi dua. Pertama, Bid'ah hasanah, yakni bid'ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Masuk dalam kategori ini adalah bid'ah wajibah, mandubah dan mubahah. Dalam konteks inilah perkataan Sayyidina Umar bin Khatthab RA tentang jamaah shalat tarawih yang beliau laksanakan :

"Sebaik-baik bid'ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjamaah)". (Al-Muwaththa' [231])


Contoh bid'ah hasanah adalah khutbah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dimulai dengan membaca basmalah dibawah seorang komando, memberi nama pengajian dengan istilah kuliah subuh, pengajian ahad pagi atau titian senja, menambah bacaan subhanahu wa ta'ala (yang diringkas menjadi SWT) setiap ada kalimat Allah, dan shallallahu alaihi wasallam (yang diringkas SAW) setiap ada kata Muhammad. Serta perbuatan lainnya yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan inti ajaran agama Islam.

Kedua, bid'ah sayyi'ah (dhalalah), yaitu bid'ah yang mengandungunsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid'ah muharramah dan makruhah dapat digolongkan pada bagian yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad SAW :

"Dari A'isyah RA, ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak". (Shahih Muslim,[243])


Dengan adanya pembagian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bid'ah itu dilarang dalam agama. Sebab yang tidak diperkenankan adalah perbuatan yang dikhawatirkan akan menghancurkan sendi-sendi agama Islam. Sedangkan amaliyah yang akan menambah syi'ar dan daya tarik agama Islam tidak dilarang. Bahkan untuk saat ini sudah waktunya umat Islam lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman yang makin komplek, sehingga agama Islam akan selalu relevan disetiap waktu dan tempat.