Batu bacan merupakan batu fenomenal asli Indonesia yang kepopulerannya mulai dirasakan sejak tahun 2005. Namun belum banyak orang yang tahu asal usul dan sejarah batu alam yang dinamakan Bacan itu.
Batu Bacan merupakan kekayaan alam Maluku Utara yang sudah dikenal sejak tahun 1960an. Menariknya, Batu bacan ini terdapat di pulau Kasiruta bukan pulau Bacan.
Istilah bacan sendiri diambil dari nama tempat perdagangan batu tersebut. Sedangkan penghasil batu tersebut adalah Pulau Kasiruta. Pulau ini berada tidak jauh dari Pulau Bacan di Kabupaten Halmahera Selatan. Sedangkan Pulau Bacan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Selatan.
Karena pusat pemerintahan terdapat di Labuha, pulau Bacan maka batu tersebut dinamai batu bacan. Pada masa itu, jenis batu bacan yang digemari masyarakat adalah warna hati hiu, kembang super dan warna biru.
Oleh karena Pulau Bacan lebih populer dan dikenal luas dibandingkan Pulau Kasiruta, maka untuk memudahkan penamaan batu giok asli alam Pulau Kasiruta ini disebut batu bacan. Sehingga, jika orang menyebut batu bacan, yang dimaksud adalah bacan doko dan palamea yang berasal dari Pulau Kasiruta.
Berdasarkan tempat asalnya, batu bacan ada 2 jenis. Yaitu, Bacan Doko yang berasal dari Desa Doko dab berwarna hijau tua dan Bacan Palamea, karena asalnya dari Desa Palamea dan berwarna hijau muda kebiruan.
Lalu siapa orang yang pertamakali menggosok batu bacan mentah hingga menjadi kinclong? Menurut cerita, orang itu bernama Muhammad tinggal di desa Amasing, Bacan.
Puluhan tahun silam, nilai batu bacan tidak dihargai semahal seperti sekarang ini. Maklum saja, karena dulu tidak ada pembeli lokal dan pembeli dari luar daerah.
Pada saat itu, tidak ada masyarakat yang mencari nafkah mencari batu bacan (penambang). Mata pencaharian masyarakat di pulau Kasiruta sebagai petani yang pergi ke kebun/ mencari damar. Kadang mereka menemukan batu bacan di sungai atau erosi (gunung yang longsor). Petani yang menemukan batu bacan biasanya menukar batu bacan dengan barang-barang sembako.
Peminat batu bacan mulai semakin banyak memasuki tahun 2005. Pembeli yang sangat berminat dengan batu bacan adalah kalangan dari Suku Tionghoa. Mereka membeli batu bacan dengan warna hijau dan biru dengan harga yang sangat mahal.
Bahkan sejak tahun 2009 sampai sekarang, banyak pembeli dari Jakarta dan luar negeri yang datang langsung ke lokasi penambangan di pulau Kasiruta untuk membeli bongkahan batu bacan dengan harga yang sangat mahal hingga mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Keindahan batu Bacan ini terletak pada warnanya yang bervariasi dari kristal hijau, biru, dan hitam senter hijau. Batu bacan merupakan 'batu hidup' karena kemampuannya berproses menjadi lebih indah secara alami ataupun cukup dengan mengenakannya setiap hari dalam bentuk cincin, kalung, ataupun kepala sabuk. Batu bacan dengan inklusi atau serat batu yang banyak secara perlahan akan berubah menjadi lebih bersih (bening) dan mengkristal dalam waktu bertahun-tahun.
Sebagai contoh, batu bacan warna hitam secara bertahap mampu berubah menjadi hijau. Tidak cukup berproses sampai di situ, berikutnya batu ini masih bisa berubah lagi dalam proses 'pembersihan' sehingga menjadi hijau bening seperti air. Untuk mempercepat proses tersebut biasanya pemilik batu bacan akan terus-menerus memakainya hingga berubah warnanya.
Tidak hanya mampu 'hidup' berubah warna secara alami, batu bacan juga untuk beberapa jenis dapat menyerap senyawa lain dari bahan yang melekatinya. Seperti sebutir batu bacan hijau doko yang dilekatkan dengan tali pengikat berbahan emas mampu menyerap bahan emas tersebut sehingga bagian dalam batunya muncul bintik-bintik emas.
Kemampuan batu bacan yang berubah warna secara alami dan mencerap bahan melekatinya itulah yang membuat pecinta batu mulia di luar negeri dari China, Arab, dan Eropa tercengang dan kagum terhadapnya. Selain itu, batu bacan juga memiliki tingkat kekerasan batu 7,5 skala Mohs seperti batu jamrud dan melebihi batu giok. Dengan keistimewaan dan keunggulan batu bacan itulah banyak pecinta batu mulia dari luar negeri memburunya sejak tahun 1994.
Jika Anda ingin berkunjung langsung ke daerah asal batu Bacan, Anda dapat menempuhnya dengan menggunakan pesawat selama 4 jam dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng turun di Bandara Sultan Baabullah, Ternate.
Kemudian dari Ternate, Anda melanjutkan perlajalanan menggunakan kapal cepat. Perjalanan Ternate-Pulau Bacan ditempuh selama 8 jam perjalanan laut sehingga bagi Anda yang belum pernah naik kapal sebaiknya persiapkan bekal secukupnya. Penambangan batu Bacan di Pulau Kasiruta, 2-3 jam naik speed boat dari Pulau Bacan.
Penambangan batu bacan sendiri di Pulau Kasiruta tidaklah mudah karena perlu penggalian tanah hingga lebih dari 10 meter. Penambang batunya perlu mencari di tanah terdalam demi mencari urat-urat galur batu bacan. Meski lebih identik dengan warna hijau, batu bacan sebenarnya memiliki ragam warna lain seperti kuning tua, kuning muda, merah, putih bening, putih susu, coklat kemerahan, keunguan, coklat, bahkan juga beragam warna lainnya hingga 9 macam.
Banyaknya penambang liar yang berasal dari luar pulau Bacan membuat penambangan batu Bacan menjadi tidak terkendali dan dikhawatirkan dapat merusak alam. Selain itu, penjualan batu Bacan dalam bentuk bongkahan dinilai justru merugikan perekonomian Kabupaten Halmahera Selatan sehingga pemerintah daerah Halmahera Selatan melarang penjualan batu Bacan dalam bentuk bongkahan keluar kabupaten Halsel.