Jika seseorang tidak melakukan shalat fardhu baik karena lupa, tertidur atau pun disengaja maka ia wajib mengqadhanya. Jika ia tidak melakukan karena disengaja maka ia wajib mengqadhanya langsung begitu sadar. Sedangkan, jika tidak melakukannya karena lupa atau tertidur, maka ia wajib mengqadhanya, tidak perlu langsung dan tidak berdosa jika mengakhirkannya. Hal ini berbeda dengan orang yang meninggalkan shalat karena disengaja. Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad saw., "Tidak akan dicatat sesuatu dari umatku karena lupa, kesalahan dan karena terpaksa."
Sayyidi al-Imam al-Muhaddits 'Abdullah bin ash-Shiddiq r.a., dalam kitab Takhrij Ahadits al-Ibtihaj (hlm. 130), mengatakan, "Abdullah bin Ahmad meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ia sangat mengingkari hadis tersebut. Al-Khallal meriwayatkan darinya, bahwa ia berkata, "Barang siapa mengira bahwa al-khatha' (kesalahan atau kekeliruan) dan lupa tidak akan dicatat, sesungguhnya ia telah menentang kitab Allah dan Sunah Rosul-Nya. Karena Allah SWT telah mewajibkan untuk membayar kifarat bagi orang yang membunuh suatu jiwa disebabkan khatha' (kesalahan)."
Menurut pengarang, hal ini termasuk sesuatu yang aneh (gharib) dari Ahmad. Karena ditinjau dari sanadnya, hadis tersebut sahih; Ibn Hibban pun telah mensahihkannya. Demikian pula Imam al-Hakim, sementara Imam an-Nawawi meng-hasan-kannya seperti disebut dalam kitabnya ar-Raudhah dan al-Arba 'in. Hadis tersebut tidak bertentangan dengan Alquran ataupun sunah Nabi saw. Karena yang dimaksud dengan raf'u al-khatha (tidak mencatat kesalahan) di sana adalah raf'u al-mu'akhadzah (tidak akan menindak), sebagaimana diakui dan ditetapkan oleh para ulama ushul; bukan menghapus hukumnya seperti yang diklaim oleh Ahmad.
Dalil wajibnya mengqadha, selain ijmak para ulama, adalah beberapa hadis berikut ini :
"Diriwayatkan dari Sayyidina Anas r.a. bahwa Rosulullah saw. bersabda "Barangsiapa lupa melaksanakan shalat atau tertidur sehingga meninggalkannya, maka kifaratnya adalah melakukan ketika ia ingat." Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang lupa melaksanakan shalat, hendaknya melaksanakannya jika ia mengingatnya. Tidak ada kifarat baginya selain itu."
Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani ketika menjelaskan hadis tersebut berkata (al-Fath, II:17), "Kewajiban mengqahda shalat atas orang yang sengaja meninggalkannya merupakan tuntutan perintah pertama. Ia diperintahkan melaksanakan shalat. Jika ia tidak melaksanakannya, maka status shalat itu menjadi hutang yang wajib ia bayar. Hutang hanya akan gugur dengan membayarnya. Ia berdosa karena telah mengeluarkan shalat dari waktunya yang telah ditentukan. Hukuman dosa itu akan hilang dengan sendirinya, bila ia melaksanakan shalat pada waktunya."
Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Qatadah r.a. bahwa ia teringat perjalanan yang dilakukan Rosulullah saw. Ia meriwayatkan, "Rosulullah saw. menghentikan perjalanan untuk beristirahat. Beliau berbaring seraya bersabda, "Hendaklah orang yang pertama kali bangun membangunkan kami agar shalat kami tidak terlewatkan." Ternyata yang pertama kali bangun adalah Rosulullah saw. ketika itu matahari sudah menyinari punggungnya. Kami pun bangun dengan terkejut. Rosulullah saw. bersabda, "Naiklah ketunggangan masing-masing." kami pun menunggangi tunggangan kami dan melanjutkan perjalanan.
Ketika matahari telah meninggi, kami turun dari tunggangan masing-masing. Rosulullah saw. meminta dibawakan tempat wudhu yang ada padaku dan didalamnya ada sedikit air. Beliau saw. berwudhu darinya. kemudian, Bilal mengumandangkan adzan untuk melaksanakan shalat. Rosulullah saw. shalat dua rakaat. Lalu melaksanakan shalat subuh seperti yang dilakukan setiap hari.
Kemudian Rosulullah saw. menaiki tunggangannya, dan kami pun menaiki tunggangan kami. Salah seorang diantara kami berbisik kepada temannya, "Apa kifarat untuk shalat kita yang kita lakukan dengan kurang sempurna?" Rosulullah bersabda, "Bukankah aku teladan bagi kalian?" Selanjutnya beliau besabda, "Sebetulnya, terlambat shalat karena tidur bukanlah tafrith (kelalaian dalam menjalankan ibadah). Tafrith itu hanya pas bagi orang yang tidak melakukan shalat sehingga datang lagi waktu shalat yang lainnya."
Sayyidina Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan, "Pada hari terjadinya perang Khandaq, Sayyidina Umar bin Khaththab r.a. datang setelah matahari terbenam, kemudian ia mencela orang kafir Quraisy. Lalu ia melapor kepada Rosulullah, "Wahai Rosulullah, ketika matahari hampir terbenam, aku masih melakukan shalat Ashar." Nabi saw. menjawab, "Demi Allah, aku sendiri belum melakukannya." Lalu, kami berdiri dan pergi ke Buthhan. Disana beliau berwudhu untuk melaksanakan shalat Ashar. Kami pun berwudhu untuk melakukannya. Beliau melakukan shalat Ashar setelah matahari terbenam. Setelah itu, beliau melaksanakan shalat Maghrib."
Imam an-Nawawi berkata, "Para ulama yang dapat dipercaya bersepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja harus mengqadhanya"