PLTN ini memakai reaktor RBMK-1000, yakni reaktor air mendidih (boiling water reactor/BWR) berdaya termal 3.200 MWt dengan moderator (bahan pelambat neutron) dari grafit (karbon). Pendinginnya air biasa, yang diambilkan dari Sungai Pripyat didekatnya dan didestilasi dulu, untuk kemudian dialirkan secara vertikal dengan inlet dibawah dan dididihkan di dalam reaktor untuk memproduksi uap bertekanan tinggi yang memutar turbo generator pembangkit listrik. Grafit dipilih sebagai moderator karena murah dan tersedia melimpah di Siberia. Untuk mengendalikan reactor digunakan batang kendali dari batang boron karbida berujung grafit. Di antara ujung grafit dan batang boron karbida terdapat ruang kosong sepanjang 1 m yang bakal terisi air pendingin ketika dimasukkan ke dalam reaktor. Ada dua tipe batang kendali : manual dan otomatis. Sebagai bahan bakar digunakan Uranium diperkaya (kadar U-235 3,8 %) sejumlah 220 ton.Konsekuensinya ukuran reaktor RBMK-1000 memang besar.
Reaktor RBMK-1000 unggul dalam efisiensi (34 %, bandingkan dengan reaktor2 tipe tekan/pressurized reactor yang berkisar 29 – 31 %) dan penggantian bahan bakar saat tetap menyala. Reaktor2 tipe lainnya (kecuali PHWR-CANDU yang dipasarkan Canada) harus dimatikan dahulu untuk mengganti bahan bakarnya. Meski begitu dalam prosedur pengoperasiannya, selama 1 tahun penuh reaktor hanya dijalankan 9 bulan saja dengan 3 bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin, termasuk penggantian bahan bakar.
Namun keunggulan2 ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelemahan2nya. Sebagai reaktor air mendidih bermoderator grafit, RBMK-1000 memiliki “problem gelembung”, kondisi dimana adanya gelembung2 dalam pendingin saat proses pembentukan uap bisa mengacaukan pengendalian reaktor, karena gelembung2 itu meningkatkan jumlah neutron lambat. Kondisi ini sangat dirasakan RBMK-1000 ketika berada dalam daya rendah, baik ketika dalam proses dinyalakan (start-up) maupun dimatikan (shut-down).
Kelemahan lain ada pada batang kendalinya. Grafit dan ruang kosong berisi air di batang kendali mengakibatkan peningkatan daya temporal di detik2 pertama saat batang kendali masuk ke reaktor, karena sifat grafit dan air pendingin yang memoderasi neutron. Bila terjadi kondisi batang kendali gagal masuk sepenuhnya karena macet (entah kejepit atau apa) sehingga bagian boron karbidanya tidak bisa masuk, maka reaktor tidak bisa mati, justru dayanya malah melambung terus.
Aliran pendingin juga menjadi salah satu titik lemah. Dengan model aliran vertikal dan inletnya dari bawah, maka terdapat suhu pendingin di dalam reaktor jadi takhomogen, dimana di bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah. Kondisi ini bisa berbahaya jika terjadi penguapan total pada bagian atas sehingga bahan bakar disana tak terdinginkan sepenuhnya. Selain bisa meningkatkan daya secara mendadak, kondisi ini juga beresiko pada melelehnya bahan bakar. Pendinginan vertikal juga memaksa pompa pendingin untuk terus menerus bekerja meski daya reaktor sudah sangat rendah sehingga tidak sanggup lagi membangkitkan listrik yang cukup.
Dan akhirnya, sebagai reaktor berukuran besar, RBMK-1000 hanya dilindungi oleh satu lapis dinding beton tipis guna menghemat biaya. Tak ada system pelindung bergandab sebanyak lima lapis sebagaimana yang distandarkan pada reaktor2 tipe lainnya. So, reaktor yang secara desain sudah cacat ini tidak mempunyai pelindung yang layak, sehingga jika terjadi kecelakaan peluang terlepasnya radioisotop ke lingkungan cukup besar dibanding reaktor2 tipe lain.
Kompleks PLTN Chernobyl dilayani oleh manajemen “ajaib” yang tidak berpengalaman sama sekali dalam mengoperasikan reaktor bertenaga besar. V.P. Bryukhanov, direktur, hanya berpengalaman di PLTU tanpa pernah sekalipun ke PLTN. Nikolai Fomin, insinyur kepala, juga lama bekerja di lingkungan PLTU. Hanya Anatoliy Dyatlov, wakil insinyur kepala, yang pernah bekerja dengan reaktor itupun hanya pada reaktor berdaya rendah.
Diduga kuat pemilihan manajemen tidak didasarkan pada kepakaran dan kemampuannya dalam teknologi nuklir, namun lebih pada loyalitasnya terhadap Partai Komunis Uni Soviet. Manajemen juga tidak pernah diberitahu otoritas ketenaganukliran Uni Soviet tentang sifat khas RBMK-1000 dan prosedur operasi daruratnya ketika berada dalam daya rendah. Singkatnya, manajemen ‘buta’ terhadap titik2 lemah RBMK-1000. Kombinasi cacat desain dan manajemen “ajaib” inilah yang berpuncak pada tragedi 26 April 1986.
Ekskursi Nuklir
Salah satu masalah yang menggayuti manajemen adalah bagaimana menjaga pompa pendingin tetap bekerja meski aliran listrik putus. Reaktor RBMK-1000 membutuhkan aliran pendingin terus menerus karena sifatnya vertikal. Sementara jika terjadi kerusakan sistim pembangkit listrik, aliran listrik ke pompa pendingin menghilang. Memang tiap unit reaktor telah dilengkapi dengan sepasang generator diesel otomatis, namun baru bisa menyuplai aliran listrik 40 detik setelah aliran listrik utama putus. Kondisi ini bisa menyebabkan perlambatan aliran pendingin, dan berpotensi menimbulkan kehilangan aliran pendingin (LOHSA : lostof heat sink accident).
Manajemen tidak menghendaki hal itu terjadi terutama setelah kasus LOCA (lost of coolant accident, setingkat lebih parah dibanding LOHSA) yang sampai melelehkan sebagian reaktor unit 2 PLTN Three Mile Islands, Pennsylvania (AS), 28 Maret 1979. Untuk itu dicoba memanfaatkan putaran sisa turbogenerator guna pembangkitan daya darurat untuk menggerakkan pompa pendingin selama minimum 40 detik. Eksperimen sejenis pernah sukses dilakukan pada 1983 di reaktor unit 1 tanpa masalah apapun dengan mematuhi semua prosedur standar, meski hasilnya negatif : turbogenerator tak sanggup memasok daya mencukupi.
Setelah dilakukan pengembangan2 tambahan pada turbogenerator, dirasakan perlu adanya eksperimen ulang. Pilihan jatuh pada reaktor unit 4 dengan setting waktu pada Jumat 25 April 1986, mengingat reaktor ini memang hendak dimatikan guna menjalani perawatan dan perbaikan rutin setelah menyala selama lebih dari setahun penuh.
Eksperimen sudah siap dijalankan pada tengah hari 25 April. Sebagai awalnya system pendingin darurat (ECCS : emergency core coolant system) dimatikan, meski dalam prosedur operasi standar hal ini sama sekali tidak diperbolehkan. Namun mendadak otoritas kelistrikan Kiev meminta manajemen PLTN Chernobyl menjaga pasokan listriknya ke jaringan sampe jam 11 malam untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan daya. Manajemen menyetujui hal itu sehingga daya reactor yang sudah terlanjur diturunkan ke 1.600 MWt tidak direduksi lagi. Selama 12 jam kemudian reaktor beroperasi dengan output 50 % dari normal dan tanpa ECCS.
Eksperimen dilanjutkan kembali pasca jam 23:00 setempat, kali ini oleh dua operator malam yang kedua-duanya berlatarbelakang teknik listrik dan tak satupun yang sebelumnya pernah bekerja di lingkungan reaktor. Daya reaktor diturunkan ke 700 – 1.000 MWt dengan memasukkan batang2 kendali otomatis, namun rupanya dua kru tak terlatih ini tak menyadari penurunan dayanya terlalu cepat. Pada kondisi ini produksi radioisotop Xenon-135 (salah satu produk samping reaksi fissi) jadi berlebih, padahal radioisotop ini dikenal sebagai “racun reaktor” karena menyerap neutron lambat dalam jumlah besar. Kontan daya reaktor anjlok ke 30 MWt. Operator tak menyadari adanya peracunan ini dan menganggap anjloknya daya lebih karena kegagalan daya, sehingga memutuskan menaikkan kembali batang kendali otomatis. Tindakan ini sangat menyalahi aturan, karena pada prosedur standarnya, begitu daya anjlok maka reaktor harus segera dimatikan.
Naiknya batang kendali otomatis hanya sanggup mengangkat daya ke 200 MWt saja, atau sepertiga dari daya nominal yang dibutuhkan untuk eksperimen. Namun operator merasa pada daya rendah itupun eksperimen bisa dilakukan. Maka pada pukul 01:05 setempat, operator menghidupkan seluruh pompa pendingin cadangan yang mengirimkan air pendingin berlebihan ke dalam reaktor, melampaui batas maksimum volume air dalamb reaktor yang diperkenankan. Selanjutnya batang kendali manual pun diangkat, hal yang lagi2 menyalahi prosedur operasi standar. Reaktor kini jadi sangat berbahaya karena tidak lagi memiliki batang kendali. Jika pada saat itu daya reaktor masih tetap rendah, alias jumlah neutron lambatnya tetap kecil, itu lebih disebabkan oleh kombinasi berlebihnya air dan Xenon-135 yang bisa menggantikan peran batang kendali.
Dalam keadaan demikian operator memutuskan untuk memulai eksperimen. Pukul 01:23, operator menutup katup uap ke turbogenerator. Putaran turbogenerator pun berkurang sehingga pasokan listrik ke pompa pendingin berkurang dan aliran pendingin jadi menyusut. Di dalam reaktor kini terbentuk lebih banyak uap dan celakanya diikuti dengan pembentukan gelembung2 air. Problem gelembung pun terjadi, sehingga daya reaktor segera menanjak. Dalam 5 detik pertama daya reaktor sudah bergerak ke angka 510 MWt. Pada tahap ini Xenon-135 mulai menghilang seiring makin banyaknya jumlah neutron. Sehingga dengan makin banyaknya air pendingin yang berubah menjadi uap, menghilangnya Xenon-135 dan dimatikannya ECCS, pengontrol daya reaktor menjadi tidak ada. Terjadilah ekskursi nuklir : kenaikan daya teramat cepat secara eksponensial pada waktu teramat singkat.
Operator yang panik segera menekan tombol SCRAM guna memasukkan semua batang kendali (baik manual maupun otomatis) ke dalam reaktor. Namun butuh waktu 20 detik agar batang kendali bisa masuk sepenuhnya ke dalam reaktor. Ketika suhu reaktor kian tinggi, gerak batang kendali pun macet, hanya bagian ujung grafit dan ruang kosong saja yang sempat masuk. Ini malah makin meningkatkan intensitas ekskursi nuklir. Dalam 20 detik itu daya reaktor sudah meningkat hingga 30.000 MWt alias sepuluh kali lipat dari daya normalnya.
Peningkatan daya luar biasa menghasilkan penguapan teramat brutal dimana semua cairan berubah jadi uap. Ini menghasilkan tekanan teramat besar yang merusak batang kendali, bahan bakar, grafit dan akhirnya menjebol atap beton reaktor yang tipis dalam ledakan uap. Andaikata reaktor dilindungi kubah double containment Mark-II setebal 2 meter seperti yang diterapkan pada reaktor2 lainnya, maka ledakan uap ini tidak akan terjadi. Ledakan uap ini segera disusul oleh reaksi uap air dengan grafit dan oksigen (dari udara luar yang masuk lewat lubang) dengan grafit sehingga timbul ledakan kedua yang tak kalah besarnya.
The China Syndrome
Pasca ledakan, reaksi oksigen dan grafit menyebabkan kebakaran besar pada reaktor. Inilah penyebab 4 % radioisotop – setara 9 ton – terloloskan ke lingkungan. Meski 4 dekade sebelumnya dunia sudah menyaksikan dahsyatnya bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, pada 26 April 1986 itulah, untuk pertama kalinya sebuah reaktor bertenaga besar melepaskan radioisotopnya ke lingkungan dalam jumlah besar. Sekitar 5,4 ton radioisotop itu mendarat di Belarus. Namun sisanya terbang dibawa angin ke barat hingga menjangkau Kepulauan Inggris. Paparan radiasi tertinggi berada di gedung reactor mencapai 5,6 Roentgen/detik, 202 kali lipat lebih besar daripada ambang batas dosis mematikan 0,028 Roentgen/detik. Celakanya ledakan menyebabkan kerusakan dua dosimeter (pengukur radiasi) dengan limit 1.000 Roentgen/detik. Hanya tersisa dosimeter2 kecil dengan limit 0,001 Roentgen/detik, dan semuanya “off scale.” Karena itu kru reaktor dipimpin Alexander Akimov menganggap dosis radiasi saat itu paling banter 0,001 Roentgen/detik, mengabaikan tanda2 seperti potongan grafit, pipa bahan bakar dan batang kendali yang berceceran di sekitar gedung reaktor. Sehingga mereka memutuskan bertahan dan terus memompakan air ke gedung reaktor.
Bantuan segera datang dari brigade pemadam kebakaran Chernobyl, dipimpin Vladimir Pravnik, yang tak diberitahu sama sekali bahwa yang dihadapi adalah reaktor RBMK-1000 yang telah bolong. Kerja keras mereka bersama kru reaktor berhasil memadamkan api di atas gedung reaktor dan gedung turbin pada jam 05:00. Namun dalam tiga minggu kemudian, sebagian besar kru reaktor dan pemadam ini telah meregang nyawa.
Pada senja 26 April, Kremlin membentuk komite penyelidik dan memerintahkan Valeri Legasov dari otoritas ketenaganukliran Uni Sovet ke Chernobyl. Ia menjumpai 2 orang telah tewas dan 52 dirawat di rumah sakit, dengan gejala2 nyata akibat paparan radiasi berlebihan. Dosimeternya juga menunjukkan tingkat paparan radiasi yang sangat tinggi di sejumlah titik. Pada 27 April 14:00 ia memerintahkan dimulainya evakuasi penduduk kota Pripyat dan sekitarnya. Agar tidak timbul kepanikan, detil bencana tidak diberitahukan kepada penduduk, dan agar beban tidak terlalu berat, diberitahukan kepada penduduk bahwa evakuasi bersifat temporal, hanya untuk 3 hari. Total penduduk yang dievakuasi sejumlah 336.000 orang.
Kepanikan justru merebak di Swedia, 1.100 km dari Chernobyl. Pada 27 April itu juga kru PLTN Forsmark mendeteksi lonjakan paparan radiasi yang spektakuler di lingkungan mereka. Anehnya dosis paparan radiasi di luar gedung jauh lebih besar dibanding di dalam gedung. Setelah konfirmasi ke PLTN2 lain di Swedia memastikan tidak ada reaktor mereka yang bocor, kecurigaan diarahkan ke PLTN2 Uni Soviet di kawasan Barat. Atas desakan Swedia, tak lama kemudian Mikhail Gorbachev mengumumkan bocornya salah satu reactor Soviet. Pernyataan sama juga dikeluarkan Boris Yeltsin yang sedang mengunjungi Berlin.
Horor Chernobyl belum usai. Meski reaktor RBMK-1000 telah jadi puing, sisa bahan bakar Uranium yang masih cukup besar (> 200 ton) dan puing2 grafit ternyata masih sanggup menjalankan reaksi fissi. Meski daya yang dihasilkan kecil, tiadanya cairan pendingin membuat grafit terus memanas. Maka kebakaran pun berlanjut di interior puing. Pada dasar puing, panas kebakaran bahkan cukup tinggi hingga sanggup membuat bahan bakar dan beton penyangga reaktor meleleh membentuk lava. Jika lava ini bisa menembus dasar bangunan dan tanah dibawahnya hingga mencapai cadangan air tanah dalam, maka kontak lava dengan air akan menciptakan erupsi freatoradiatik (“The China Syndrome”), ledakan uap berkekuatan besar yang sanggup membongkar tanah diatasnya membentuk kawah. Letusan ini akan memuntahkan debu terkontaminasi radioisotope hingga ketinggian 1 km. Jika ini terjadi, area yang tercemar dipastikan akan jauh lebih besar.
Untuk mencegah erupsi freatoradiatik, otoritas memutuskan puing reaktor RBMK-1000 harus dimatikan dan didinginkan. Lewat ratusan sorti penerbangan helikopter, ke bangunan reaktor dijatuhkan 5.000 ton bahan penyerap neutron berupa campuran pasir, lempung dan asam borat. Setelah puing reaktor dipastikan telah mati dan dingin, sebuah struktur sarkofagus raksasa dibangun untuk menyelubungi seluruh puing pada Desember 1986.
Jumlah radioisotop yang dilepaskan 160 kali lipat lebih besar dibanding bom Hiroshima (9 ton vs 55 kg). Sampai 2005, IAEA dan WHO mencatat jumlah korban tewas 56 orang (47 kru reaktor dan petugas pemadam kebakaran serta 9 anak2 penderita kanker tiroid). Dari 6,6 juta orang yang terpapar radioisotop, diperkirakan 9.000 diantaranya terpapar berat. Hingga 2002 dideteksi terdapat 4.000 kasus anak penderita kanker tiroid.