Rhoma Irama - Biografi dan Lagu-lagu Hits-nya

Raden Haji Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama yang berjuluk Raja Dangdut, lahir pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia bergelar raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah bangsawan/ningrat. Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara, yaitu delapan saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan saudara kandung, dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya).

Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan komandan gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang bernama Irama Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Ia sangat pandai dalam memainkan alat musik serta menyanyikan lagu-lagu cianjuran. Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah, ia pun merupakan keturunan ningrat dan pandai pula dalam menyanyi, seperti lagu No Other Love yang sering didengarkan Rhoma sewaktu kecil.

Sebelum tinggal di Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah, kakaknya Benny Muharram dilahirkan. Sedangkan Rhoma lahir di Tasikmalaya beberapa saat setelah pindah ke kota tersebut. Setelah lahir Rhoma, lahir pula adik-adiknya, seperti Handi dan Ance. Setelah itu, mereka pindah lagi ke Jakarta dan tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri, lalu pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di kota inilah mereka menghabiskan masa remajanya sampai tahun 1971, lalu pindah ke Tebet.

Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti tiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD ia sudah bisa membawakan lagu-lagu barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Latta Mangeshkar. Selain itu ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan oleh Umm Kaltsum.

Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan seruling dan menyanyikan lagu-lagu cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Selain itu, pamannya, Arifin Ganda sering mengajarkan lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.

Karena usia Rhoma yang tidak berbeda jauh dengan kakaknya, mereka selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang malas mengikuti pengajian di surau atau di rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah dan ibunya bertanya, apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ‘ya. Berangkat ke sekolah pun mereka selalu berangkat bersama-sama dengan berboncengan sepeda. Keduanya bersekolah di SD Kibono, Manggarai.

Ketika SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Uniknya, Rhoma tidak sama dengan murid-murid yang lain yang sering malu-malu di depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-anak maupun lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu India.

Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian dari penyanyi senior, Bing Slamet karena terkesan melihat penampilan Rhoma ketika menyanyikan lagu barat dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari, ketika Rhoma duduk di kelas 4, Bing Slamet membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang berharga bagi Rhoma.

Sejak saat itu, meskipun belum berpikir untuk menjadi penyanyi Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Atas usaha sendiri ia belajar memainkan gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang sekolah yang pertama dicarinya adalah gitar. Begitu pula ketika setiap kali ia keluar rumah hampir selalu membawa gitar. Pernah suatu kali ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulah tersebut, ibunya merampas gitarnya lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat Rhoma sedih karena gitar adalah teman nomor satu baginya.

Perkembangan selanjutnya dalam mempelajari musik ia mulai menyadari bahwa meskipun ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat yang menyukai musik, tetapi mereka tetap menganggap bahwa dunia musik bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan atau dijadikan profesi. Ibunya sering meneriakkan ‘berisik’ setiap kali ia menyanyi dan beranggapan, bahwa musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma semakin berkembang di luar rumah karena jika di rumah ia kurang mendapat dukungan.

Pada saat Rhoma duduk di kelas 5 SD tahun 1958 ayahnya meninggal dunia. Sang ayah meninggalkan delapan anak yaitu: Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni, Herry dan Yayang. Kemudian, ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya yang masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya ini membawa dua anak dari istrinya yang dulu dan setelah menikah dengan ibu Rhoma memiliki dua anak lagi.

Ketika ayah kandungnya masih hidup suasana di rumahnya feodal. Bahasa sehari-hari ayah dan ibunya adalah bahasa Belanda. Segalanya harus serba teratur dan menggunakan tatakrama tertentu. Para pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan ‘Den’ (raden). Anak-anak harus tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, seperti bermain hujan ataupun membolos sekolah.

Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya bila dibandingkan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan memiliki beberapa mobil, seperti, mobil merk Impala, mobil yang tergolong mewah pada waktu itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.

Namun, suasana feodal tersebut tidak ada lagi setelah ayah tirinya hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan, berkat ayah tiri serta pamannya inilah Rhoma mendapatkan ‘angin’ untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat musik akustik seperti, gitar, bongo, dan sebagainya.

Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya di dunia musik. Rhoma juga sering adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan atau paling tidak saling bersaingan. Dengan demikian perkelahian antar geng sering tak terhindarkan.

Bukitduri, tempat tinggalnya hampir setiap kampung di daerah itu terdapat geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukitduri Boys Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Banyak anak muda dari Bukitduri Puteran dan dari Manggarai yang bergabung dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan selalu hampir terjadi setiap mereka bertemu.

Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah, bahwa teman-temannya hampir selalu menjadikannya sebagai pemimpin. Tentu saja bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma-lah yang diharapkan tampil di depan untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali Rhoma juga sering mengalami babak belur bahkan luka cukup parah karena dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.

Ketika ia masuk SMP tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi, bagi Rhoma ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing karena sejak kecil ia sudah dapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan Cimande) kepada Pak Rohimin di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga pernah belajar silat Sigundel di jalan Talang, selain beberapa ilmu silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng para anggotanya saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.

Karena kebandelannya itulah, maka Rhoma beberapa kali harus tinggal kelas sehingga karena malu maka ia sering berpindah sekolah. Kelas 3 SMP pernah dijalaninya di Medan, Sumatera Utara ketika ia dititipkan di rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian, ia pindah lagi ke SMP Negeri XV Jakarta.

Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Pada waktu bersekolah di SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di dalam dan luar sekolah membuatnya sering keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, SMA St. Joseph di Solo dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.

Pada masa SMA di Solo Rhoma pernah melewati masa-masa sangat pahit. Ia terpaksa menjadi pengamen di jalanan kota Solo. Di sana ia ditampung di rumah seorang pengamen yang bernama Mas Gito. Sebenarnya sebelum terdampar di Solo ia berniat hendak belajar di pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Namun, karena tidak membeli karcis Rhoma, Benny (kakaknya) dan tiga orang temannya, Daeng, Umar dan Haris harus main kucing-kucingan dengan kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut ketahuan dan diturunkan ditempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Dari Yogya mereka naik kereta lagi menuju Solo.

Ketika di Solo Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolahnya diperoleh dari ngamen dan menjual beberapa potong pakaian yang dibawanya dari Jakarta. Namun karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus sampai akhirnya lulus tahun 1964. Kemudian, ia kuliah di Fakultas Sosial Politik, Universitas 17 Agustus. Tapi, hal tersebut hanya bertahan satu tahun karena ketertarikannya pada dunia musik yang begitu besar.

Musik pop dan rock merupakan langkah pertama Rhoma sebagai pemusik dan penyanyi. Seperti dikisahkan kakak kandungnya, Benny Muharram, bahwa Rhoma sempat enggan merekam lagu Melayu yang ditawarkan oleh Dick Tamimi dari perusahaan rekaman Dimita Moulding Company pada tahun 1967, meskipun sebelumnya dia sudah sering menyanyi bersama sejumlah orkes melayu.

Selain menjadi penyanyi Orkes Melayu Candraleka dan Indraprasta, Rhoma juga melantunkan suaranya bersama Band Tornado dan Varia Irama Melody. Bersama band-band tersebut Rhoma membawakan lagu-lagu pop barat dan menyanyi sambil meniru persis suara Paul Anka melalui lagu yang berjudul Diana ataupun Put Your Head On My Shoulder dan lagunya Andy Williams seperti, Butterfly, Moon River, serta Tom Jones seperti, Green-green Grass of Home, Dellilah.

Rhoma memang sudah bergelut dengan musik pop sejak masih di bangku SMA. Bersama teman-teman sekolahnya ia sempat membentuk Band Gayhand. Ketika musik Rock n’ Roll melanda Indonesia, ternyata hal tersebut membuat Rhoma terpesona hingga dalam hatinya ia bertekad “Elvis saja bisa menjadi raja dengan gitarnya, saya juga bisa”.

Namun begitu berada di dalam dunia musik, Rhoma ikut terbawa arusnya. Dengan meniru gaya menyanyi Benyamis S. dan Ida Royani, Muchsin Alatas dan Titiek Shandora yang sedang populer, Rhoma tidak keberatan diduetkan dengan Inneke Kusumawati oleh Amin Widjaya dari perusahaan rekaman Metropolitan dan Canary Records. Diiringi Band Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin, Rhoma dan Inneke rekaman dalam sejumlah lagu seperti, Pujaan Hati, Di Rumah Saja, Bunga dan Kupu-kupu, Mohon Diri, Mabuk Kepayang, Jangan Dekat-dekat, Anaknya Lima, Si Oteh, Lonceng Berbunyi, Melati di Musim Kemarau dan Cinta Buta. Menurut Zakaria, pimpinan Orkes Pancaran Muda yang salah satu lagunya, Anaknya Lima, dibawakan duet ini. Munculnya pasangan Rhoma-Inneke sempat menggoyahkan popularitas Muchsin Alatas dan Titiek Sandora.

Melihat keberhasilannya berduet dengan Inneke, kemudian Zakaria menyarankan Rhoma berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti lomba menyanyi di Singapura pada tahun 1971, dan duet Rhoma-Wiwiek berhasil menjadi juara.

Pada acara Panggung Gembira Hari Radio ke 26 di halaman gedung RRI Jln. Merdeka Barat, 19 Januari 1971, walau termasuk masih baru, duet Rhoma-Inneke menjadi pusat perhatian di antara penyanyi-penyanyi duet lainnya, seperti, Elly Kasim-Tiar Ramon, Vivi Sumanti-Frans Doromez dan Ida Royani- Benyamin Sueb. Duet Rhoma-Inneke juga diiringi oleh Band Galaxi pimpinan Jopie Item ketika rekaman. Dengan pakem musik rock, Jopie mengiringi Rhoma mengiringi sendirian dengan pekik dan teriakan yang kemudian diteruskannya setelah mendirikan Soneta Group pada 13 Oktober 1970.

Pergaulan Rhoma dengan musik pop dan rock pula yang mempertemukannya dengan pimpinan band perempuan Beach Girls yang bernama Veronica Agustina Timbuleng dan lantas menikahinya pada tahun 1972. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak, yaitu Debbie Veramasari, Fikri Zulfikar dan Romy Syahrial.

Arus industri musik juga sempat membawa Rhoma dan Vero bertrio dengan Debbie mengikuti sukses Chicha dengan lagu Heli serta Yoan dengan lagu Si Kodok pada tahun 1976. Akan tetapi, setelah memimpin grupnya sendiri, Soneta Group yang bersemboyan Voice of Moslem (Suara Muslim), Rhoma justru menjadi arus itu sendiri dengan menyuntikkan musik rock ke dalam album dangdutnya yang pertama yang berjudul ‘Begadang’, yang berisi lagu-lagu Begadang, Sengaja, Sampai Pagi, Tung Keripit, Cinta Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega dan Sedingin Salju. Akibatnya, Rhoma menyulut pro dan kontra. Komunitas dangdut banyak yang keberatan, sementara kalangan pemusik rock menerima dengan sinis. Ujung-ujungnya diadakan diskusi yang bertajuk “Sekitar Musik Hard Rock dan Dangdut” di Gedung Merdeka Bandung pada akhir Juni 1976, dengan Maman S. dari majalah Aktuil sebagai penyelenggara, dan menghadirkan pembicara Dr. Sudjoko dari ITB, Remy Silado, Benny Subarja dan Denny Sabri sebagai wakil Rhoma yang tidak hadir. Ahmad Albar dan Harry Roesli yang diundang tidak juga tidak kelihatan. Eksperimen Rhoma yang semestinya dijadikan perhatian serius justru menjadi olok-olok hingga timbul ejekan, seperti, tahi anjing dan bistik jangan dibandingkan gado-gado. Grup rock God Bless dan Soneta dipertemukan di Istora, pada 22 Desember 1977 dengan maksud melihat mana yang lebih hebat, rock atau dangdut. Padahal, sebelum manggung Rhoma melepaskan merpati putih sebagai tanda perdamaian.

Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora tersebut juga tidak memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang semakin membumi sampai-sampi masyarakat menjulukinya ‘Raja Dangdut’. Album-album rekamannya yang semakin‘ngerock’ mengalir tanpa bisa dibendung, bahkan oleh pemerintah Orde Baru sekalipun yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun televisi satu-satunya saat itu, TVRI. Hal tersebut merupakan dampak atas lagu-lagunya yang menyindir pemerintah, seperti pada lagu Hak Azasi. Pada lagu tersebut dengan gagah berani Rhoma berbicara mengenai HAM, kebebasan berbicara, beragama, bekerja dan sebagainya. Album rekamannya menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang. Setelah album Begadang menjadi sangat populer, menyusul album-album berikutnya, seperti; Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik (1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azasi (1980), Begadang II (1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya diproduksi oleh Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini lantas berubah menjadi Soneta Records, milik Rhoma.

Langkah tegap Rhoma semakin mantap dengan membintangi beberapa film, seperti; Oma Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Oma Irama Berkelana I (1978), Oma Irama Berkelana II (1978), Begadang (1978), Raja Dangdut (1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979), Perjuangan dan Doa (1980), Melodi Cinta Rhoma Irama (1980), Badai di Awal Bahagia (1981), Satria Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984), Pengabdian (1985), Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985), Menggapai Matahari I (1986), Menggapai Matahari II (1986), Nada-nada Rindu (1987), Bunga Desa (1988), Jaka Swara (1990), Nada dan Dawah (1991), serta Tabir Biru (1994), diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris manis. Dalam film Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap dari grup rock Aka yang pernah bertarung dengan Soneta Group di atas panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.

Berdasarkan data penjualan kaset dan jumlah penonton film-film yang dibintanginya, penggemar Rhoma tak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan tahun 1984. “Tidak ada kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis majalah Tempo pada 30 Juni 1984. sementara itu Rhoma sendiri berkata, “Saya takut publikasi, ternyata, saya sudah terseret jauh”.
Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma laku. Bahkan, sebelum sebuah film selesai diproses orang sudah membelinya, seperti film berjudul Satria Bergitar misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Menurut kakaknya, Benny, yang juga produser PT Rhoma Film, Rhoma tidak pernah makan uang dari hasil film, tetapi dari hasil penjualan kaset. Uang hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung. Bahkan, pada tahun 1983 Rhoma membayar zakat sebesar Rp 6 juta.

Meskipun demikian, jika dikaitkan dengan perolehan material, Rhoma bisa dikatakan sebagai pemusik terkaya di negeri ini. Bayangkan, sebelum pemusik lain naik mobil Mercy, ia sudah menikmati kenyamanan mobil mewah itu sejak tahun 70-an. Hal tersebut terindikasi ketika membaca wawancaranya dengan harian The Jakarta Post, saat Rhoma secara rendah hati menyatakan punya uang yang cukup meski tidak banyak. Hal itu masuk akal, mengingat sejeblok-jebloknya kaset Rhoma Irama di pasaran, minimal akan terjual sampai 400 ribu copy per album. Ini semakin menggelikan jika dibandingkan dengan musisi di luar dangdut yang acapkali berbangga secara berlebihan meski kasetnya hanya terjual tak lebih dari 100 ribu copy.

Boleh jadi sampai kini kejayaan Rhoma belum tergantikan. Kalau dulu ada sebutan The Big Five untuk para ‘Bintang Mahal’, seperti, Roby Sugara, Roy Marten dan Yati Ocktavia, maka pada saat yang sama sebenarnya nilai kontrak Rhoma tetap jauh di atas mereka. Bahkan, banyak produser film rela menunggu giliran sampai tiga tahun hanya untuk dapat mengontrak Rhoma.

Selain itu, Rhoma juga terhitung sebagai salah satu penghibur paling sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma bukan hanya tampil di dalam negeri, tetapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura dan Brunei Darussalam dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Beberapa media massa Indonesia melaporkan, bahwa, penonton pertunjukan Rhoma di berbagai daerah ada yang jatuh pingsan atau celaka lantaran terlalu berdesakan. Hal yang sangat disesalkan Rhoma sendiri. “Untuk mendapatkan hiburan, mengapa mesti sampai jatuh korban begitu?” katanya.

Rhoma menyatakan, bahwa dirinya banyak dijadikan bahan rujukan penelitian. Ada sekitar 7 skripsi tentangdirinya dan musik yang telah dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya obyek penelitian, salah satunya adalah William H. Frederick, Doktor Sosiologi, Universitas Ohio, AS pada 1985 dengan judul; Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular Culture, yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat. Ia menyebutkan dalam tesisnya, bahwa: “Rhoma Irama adalah revolusioner dalam dunia musik Indonesia. Hampir bisa dipastikan, di Indonesia, Rhoma Irama adalah penghibur paling jempolan. Sejak rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung yang paling banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma Irama”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Bila di dunia musik Amerika sosok Mick Jagger sangat berpengaruh, di Indonesia, bandingan sosok yang sepadan dengannya ada pada figur Rhoma Irama. Kedua orang ini sama-sama jenius dan otodidak. Keduanya mampu tampil ke posisi puncak musikalnya karena kekuatan bakat alam yang luar biasa hebat.”

Pada akhir April 1994 Rhoma Irama menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tanaka dari Life Record Jepang di Tokyo. Sebanyak 200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam bahasa Inggris dan Jepang, untuk diedarkan di pasar Internasional. Rencananya lagu-lagu tersebut dibuat dalam bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD).

Mereka digambarkan sebagai raja dan ratu yang sama-sama mempunyai kerajaan. Suasana itu makin kental dan legitim dengan hadirnya MURI (Museum Rekor Indonesia -red.) yang memasukkan Rhoma dan Elvy sebagai raja dan ratu dangdut Indonesia. Meski terlambat, tentu cukup menghibur. Soalnya, jauh sebelum itu, di tahun 1985, majalah Asia Week telah menempatkan Rhoma Irama sebagai raja musik Asia Tenggara.

Berikut adalah lagu-lagu hit's -nya yang booming pada masanya :
  1. 1001 Macam
  2. 135 Juta
  3. Ada Udang di Balik Batu (feat. Rita Sugiarto)
  4. Adu Domba
  5. Aduhai (feat. Riza Umami)
  6. Air Hina
  7. Air Mata dan Mata Air
  8. Air Mata Darah
  9. Ajojing (feat. Rita Sugiarto)
  10. Aku Saudaramu
  11. Alqur'an Dan Koran
  12. Ampunilah Dosaku
  13. Anak Kera
  14. Anak Pertama
  15. Anak yang Malang
  16. Aneh Tapi Nyata (feat. Noer Halimah)
  17. Ani
  18. Anjing Dan Sampah
  19. Antara Teman Dan Kasih
  20. Apa Kabar (feat. Rita Sugiarto)
  21. Apa salahku
  22. Api dan Lautan
  23. Asam Garam (feat. Elvy Sukaesih)
  24. Awet Muda
  25. Baca
  26. Badai Fitnah
  27. Bahasa Isyarat
  28. Bahtera Cinta (feat. Noer Halimah)
  29. Baju Satu Kering di Badan
  30. Bangkitlah
  31. Banyak Jalan Menuju Roma
  32. Bebas
  33. Begadang 1
  34. Begadang 2
  35. Beku
  36. Bencana
  37. Berbulan Madu
  38. Berbulan Madu (feat. Elvy Sukaesih)
  39. Berdarah Lagi
  40. Berdendang (feat. Rita Sugiarto)
  41. Bersatulah
  42. Beruntung
  43. Biduan (feat. Rita Sugiarto)
  44. Bimbang
  45. Birahi
  46. Bismillah
  47. Bisnis
  48. Boleh Saja
  49. Buah Duri Neraka
  50. Buatmu Afghanistan
  51. Bujangan
  52. Bukankah Kau Tahu
  53. Bul Bul
  54. Bulan
  55. Bunga Bunga Ganja
  56. Bunga sedap malam
  57. Bunga Surga
  58. Buta
  59. Buta Tuli
  60. Camelia
  61. Cane
  62. Cane (Karaoke)
  63. Cape (feat. Rita Sugiarto)
  64. Cincin Kawin (feat. Elvy Sukaesih)
  65. Cinta Abadi (feat. Elvy Sukaesih)
  66. Cinta Berduri
  67. Cinta Di balik Terali (Noer Halimah)
  68. Cinta Kembar
  69. Cinta Lewat Telepon
  70. Cinta Pertama
  71. Cinta Segitiga
  72. Citra Cinta
  73. Cukup Sekali
  74. Cuma Kamu (feat. Rita Sugiarto)
  75. Dag Dik Dug (feat. Noer Halimah)
  76. Dangdut Terajana (Noer Halimah)
  77. Darah Muda
  78. Dasi Dan Gincu (feat. Riza Umami)
  79. Datang UntukPergi
  80. Dawai Asmara (feat.Noer Halimah)
  81. Dendam
  82. Derita
  83. Derita dibalikTawa
  84. Deritamu Deritaku (feat. Riza Umami)
  85. Dewa Amor
  86. Do Mi Sol (feat. Rita Sugiarto)
  87. Doa Suci
  88. Dua danTiga (feat. ElvySukaesih)
  89. Duka dalamCinta
  90. Dunia
  91. Dusta
  92. Emansipasi Wanita
  93. Engkau
  94. Euphoria
  95. Fatamorgana
  96. Firman Tuhan
  97. Gali Lobang Tutup Lobang
  98. Gelandangan
  99. Gembala
  100. Generasi Muda
  101. Ghibah
  102. Gitar Tua
  103. Gulali
  104. Habis GelapTerbitlah Terang
  105. Hai OrangAsing
  106. Haji
  107. Hak Azasi
  108. Hampir Saja (feat. Elvy Sukaesih)
  109. Haram (feat. Rita Sugiarto)
  110. Harga Diri
  111. Hari Berbangkit
  112. Hari Kiamat
  113. Hatimu danhatiku (feat. RizaUmami)
  114. Hayo (feat. Rita Sugiarto)
  115. Helo Helo
  116. Hitam
  117. Hubungan
  118. Ibukota
  119. Idul Fitri
  120. Indonesia
  121. Ingkar
  122. Insya Allah
  123. Istri yang Setia (feat. Elvy Sukaesih)
  124. Isyarat Cinta (feat. Riza Umami)
  125. Jaga Diri
  126. Jamilah (feat. TitingY)
  127. Jana-Jana - versi India (feat. ToPuan Noor)
  128. Jangan Mengkhayal
  129. Janji (feat. Rita Sugiarto)
  130. Jatuh Cinta (feat. Rita Sugiarto)
  131. Joget (feat. ElvySukaesih)
  132. Judi
  133. Kabar danDosa
  134. Kampoeng Dangdut
  135. Kandungan (feat. RitaSugiarto)
  136. Kata Pujangga
  137. Kawula Desa
  138. Kawula Muda
  139. Kaya Hati (feat. Elvy Sukaesih)
  140. Ke Monas (feat. Elvy Sukaesih)
  141. Ke Monas (feat. Titing Y)
  142. Keamaran
  143. Kegagalan Cinta
  144. Kehilangan
  145. Kehilangan Tongkat
  146. Kejam
  147. Kekasih
  148. Kelana1
  149. Kelana2
  150. Kelana 3
  151. Kematian
  152. Keramat
  153. Kerinduan (feat. RitaSugiarto)
  154. Keroncong Melayu
  155. Kerudung Putih
  156. Keruntuhan Cinta
  157. Kesesatan
  158. Kiamat
  159. Kiamat
  160. Kita Adalah SatuIndonesia
  161. Ku Tunggu
  162. Kubawa
  163. Kuracha
  164. Kusayang Padamu
  165. Laa IllahaIllallah
  166. Lagi-lagi Cinta
  167. Lagu BuatKawan
  168. Lain Kepala Lain Hati ( New )
  169. Lain Lubuk Lain Ikan
  170. Langitpun Berduka
  171. Lapar
  172. Lari Pagi
  173. Lautan danApi
  174. Lelaki
  175. Lidah
  176. Lidah - RhomaIrama
  177. Lima
  178. Lingkaran Syetan (feat. Riza Umami)
  179. Lukaku
  180. Magdalena
  181. Malam Minggu
  182. Malam Terakhir1 (feat. Elvy Sukaesih)
  183. Malam Terakhir2 (feat. Elvy Sukaesih)
  184. Malang
  185. Malapetaka
  186. Mama
  187. Mandul (feat. ElvySukaesih)
  188. Manis
  189. Mardatilla (feat. NadeemShravan)
  190. Mari Joget (feat. ElvySukaesih)
  191. Mari Mari (feat. ElvySukaesih)
  192. Masa Depan
  193. Masya Allah
  194. Matahariku
  195. Mati aku
  196. Mawar Merah
  197. Melodi Cinta
  198. Melody Asmara (feat. RizaUmami)
  199. Memang MasaBerpacaran
  200. Menangis
  201. Mengapa
  202. Menggapai Matahari (feat. Riza Umami)
  203. Menunggu (feat. RitaSugiarto)
  204. Mera dan Yu (feat. Riza Umami)
  205. Mimpi Buruk
  206. Mirasantika
  207. Misteri Cinta
  208. Modern
  209. Murni Sejati (feat.Laxmikant - Pyarelal)
  210. Musafir
  211. Musibah
  212. Musik
  213. Musim Cinta (feat.Lata Mangeshkar)
  214. Musim Semi
  215. Mutiara Hidup
  216. Nafsu Serakah
  217. Narapidana
  218. Narkoba
  219. Nasibku
  220. Neraka Jahanam
  221. Nilai Sehat
  222. Nona Manis
  223. Nostalgia
  224. Nyanyian Setan
  225. Pantun Cinta (feat. Rita Sugiarto)
  226. Pantun Pinuntun
  227. Patah Hati
  228. Pedih
  229. Pelangi
  230. Pemarah
  231. Pembaharuan
  232. Pemilu
  233. Penasaran
  234. Pengabdian
  235. Pengangguran
  236. Pengorbanan
  237. Perbedaan
  238. Percuma
  239. Perjuangan Dan Do'a
  240. Persaingan
  241. Persetan
  242. Pertemuan (feat. NoerHalimah)
  243. Pesta Panen
  244. Pesta PastiBerakhir
  245. Piano (feat. Rita Sugiarto)
  246. Pria Idaman (feat. Rita Sugiarto)
  247. Primadona Desa
  248. Puing-puing (feat.Noer Halimah)
  249. Puja
  250. Purnama
  251. Raib
  252. Rambate Rata Hayo (feat. Elvy Sukisih
  253. Rana Duka
  254. Rantai rantaiderita
  255. Reformasi
  256. Remaja
  257. Rindu Menanti
  258. Roda Kehidupan
  259. Romantika
  260. Rujuk
  261. Rupiah
  262. Sahabat
  263. Salam Rindu (feat. Elvy Sukaesih)
  264. Sampai Pagi (feat. Elvy Sukaesih)
  265. Santai (feat. Rita Sugiarto)
  266. Satu Antara Dua (feat. ElvySukaesih)
  267. Sawan Kam Hina (feat. Nandani)
  268. Sayang
  269. Sebuah Nama
  270. Sebujur Bangkai
  271. Sedekah
  272. Sedingin Salju
  273. Segalanya Bagiku
  274. Sekuntum Mawar Merah
  275. Senandung Rindu
  276. Sengaja
  277. Seni
  278. Setan Pasti Kalah
  279. Setetes Air Mata
  280. Shaleha
  281. Sholawat Badar
  282. Si Miskin
  283. Siapa Yang Punya (feat. Rita Sugiarto)
  284. Sifana
  285. Sorga Dunia
  286. Stop
  287. Stress
  288. Suara Gendang
  289. Sumbangan
  290. Surat Cerai
  291. Surat Terakhir
  292. Suratan
  293. Suratmu
  294. Syahdu (feat. RitaSugiarto)
  295. Syahdu (Self Album)
  296. Syahdu versi India (feat. Toh PuanNoor)
  297. Tabir Kepalsuan
  298. Tahi lalat
  299. Tak DapatTidur
  300. Tak Tega
  301. Tak Terduga (feat. Rita Sugiarto)
  302. Takkan Lagi
  303. Tanamor
  304. Tanda Merah
  305. Tangan TanganHitam
  306. Taqwa
  307. Teman
  308. Teman Biasa
  309. Tepuk Nyamuk (feat. Elvy Sukaesih)
  310. Tergila-gila
  311. Terharu (feat. ElvySukaesih)
  312. Terkesima (feat. NoerHalimah)
  313. Terpaksa
  314. Terserah Kita
  315. Tersesat
  316. Thola'al Badru'Alaina
  317. Tiada Berdaya
  318. Tiada Lagi
  319. Tiga Bencana
  320. Tina Ka Tina Tana
  321. Tungkeripit
  322. Viva Dangdut
  323. Wahai Pesona
  324. Yale
  325. Yang Sayang
  326. Yatim Piatu
  327. Yun Diayun
  328. Zulfikar