Menyambut Tahun Baru Islam

Tahun Baru Islam
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ

"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal."
(Q.S. Al-Baqarah 197)


Setelah kita bersyukur kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. kita berharap dan memohon kepada Allah agar meridhai dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amal ibadah yang diterima, kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut Rasulullah SAW, yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali keharibaanNya kecuali dalam keadaan berserah diri kepadaNya, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita

وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

"Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragama Islam." (Q.S. Ali Imran 102)

Perputaran waktu terus bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari, minggu dan bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan Muharam yang merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender Hijriyah.
Banyak dari saudara kita yang menjadikan bulan Muharam ini sebagai momentum, sehingga memperingatinya merupakan suatu hal yang menjadi keharusan bahkan terkadang sampai keluar dari syariat Islam. Padahal Rasul dan para sahabaatnya serta ulama pendahulu umat tidak pernah melakukan hal tersebut.

Mestinya kita banyak bertafakur untuk bermuhasabah dengan bertambahnya umur ini, karena sesunggunya dengan bertambahnya umur berarti hakekatnya berkurang kesempatan untuk hidup didunia ini. Allah SWT menciptakan kita hidup dimuka bumi ini bukan untuk sia-sia tanpa tujuan yang jelas, Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Allah SWT menciptakan mahluk bernama manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah SWT berfirman "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah (beribadah kepada) Ku" (Q.S. Adz-Dzaariyat 56).

Hidup di dunia ini sementara bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya merupakan persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan akhirat. Berkenaan dengan ini Allah SWT berfirman "Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal" (Q.S. Al-A'laa 17).

Ayat ini menunjukan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlap dan keindahannya tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan akhirat yang kekal abadi. Maka seorang yang beriman kepada Allah SWT, ia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Allah SWT berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Akkah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Hasyr 18)

Lalu bekal apa yang akan kita bawa menuju kehidupan yang penuh dengan kebaikan tersebut? dengan hartakan? Pangkatkah yang kita banggakan ? atau keturunankah ? Saya keturunan raja, bangsawan, pengusaha, kyai. Ternyata bukan itu semua. Sebab Allah Maha Kaya. Maha Berkuasa dan Maha Suci tidak memandang yang lain dari hambaNya kecuali takwa hambaNya. Sebagaimana Allah ingatkan dalam firmanNya "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (Q.S. Al-Hujuraat 13).

Jelas bagi kita bahwa bekal yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah takwa, karena takwa adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita semua

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ

"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal." (Q.S. Al-Baqarah 197)

Sering kita mendengar kata takwa dari ceramah-ceramah ustadz dan mubaligh. Namun bagi kebanyakan kita antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari semestinya. mengapa demikian ? Diantara Sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telingga kanan keluar dari telingga kiri tanpa adanya perhatian penuh terhadap pentingnya bertakwa yang merupakan sebaik-baiknya bekal bagi kehidupan dunia ini terlebih kehidupan akhirat kelak.

Ar-Rafi'I berkata dalam al-Mishbahul Munir Fi Gharibisy Syahril Kabir, "Waqahullahu Su'a" Artinya Allah menjaga dari kejahatan, dan kata al-wiqa' yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai pelindung. Itulah arti takwa secara bahasa. Sedangkan takwa menurut syariat para ulama berbeda pendapat, namun semuanya bermuara pada satu pengertian, yaitu seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah, dan juga siksaNya. Hal itu diklakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya. Ibnu Qayyim berkata "Hakikat takwa adalah mentaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap perkara yang di perintahkan ataupun perkara yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu karena imannya karena imannya terhadap apa yang diperintahkanNya perintah disertai dengan pembenaran terhadap janjiNya, dengan Imannya itu pula ia meninggalkan yang dilarangNya dan takut terhadap ancamanNya.

At-Takwa dalam Al-Quran mencakup tiga makna yaitu :
1. Takut kepada Allah dan pengakuan suprioritas Allah. Hal ini seperti firmanNya, "Dan hanya kepadaKu lah kamu harus bertakwa" (Q.S. Al-Baqarah 41)

2. Bermakna taat dan beribadah, sebagaimana firmanNya "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa" (Q.S. Ali-Imran 102)
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata, "Taatlah kepada Allah dengan sebenar-benar ketaatan."
Mujahid berkata "Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri."

3. Dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari makna takwa, selain pertama dan kedua. (Q.S. An-Nur 52)

Para Mufassir (Ahli Tafsir) juga berkata bahwa takwa mempunyai tiga kedudukan :
1. Memelihara dan menjaga diri dari perbuatan Syirik.
2. Memelihara dan menjaga diri dari perbuatan Bid'ah.
3. Memelihara dan menjaga diri dari perbuatan Maksiat.

Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan berupa dosa besar dankecil. serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir terjerumus ke dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dipahami oleh as-shalafus shalih.

Selanjutnya apa yang kita dapatkan bila bertakwa kepada Allah ?
Allah menjanjikan kapeada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Di antara janji Allah, buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan mendatangkan rizki, Allah berfirman :
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Q.S. At-Thalaq 2-3)

Mengadakan jalan keluar artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di dunia dan akhirat. Ibnu 'Uyainah berkata, itu artinya ia mendapat keberkahan dalam rizkinya. Dan Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Barang siapa berlepas dari kuatnya kesulitan dengan kembali kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari bebean yang ia pikul." (Jami'ahkamil Qur'an, VIII 6638-3369 secara ringkas). Dan balasan bagi mereka di akhirat yang jelas adalah akan mewarisi tempat yang merupakan dambaan setiap insan yaitu surga dengan kenikmatannya. Allah SWT berfirman "Itulah Surga yang kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa." (Q.S. Maryam 63)

Demikianlah kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan Muharam ini dengan bertafakur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan yang abadi tersebut. Yang terkadang kita begitu semangat dan penuh antusias menggapai kehidupan yang fana ini.

Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wallahu A'laam

Faqihuddin

Sumber : Buletin Dakwah No. 52 Thn XXXV