Resep Cara Memasak Lele Goreng Bumbu Kuning Pedas

Bahan-bahan untuk  Memasak Lele Goreng Bumbu Kuning Pedas:

    lele goreng
  • 5 ekor lele, potong jadi 2
  • 3 siung bawang putih
  • garam secukupnya
  • minyak goreng secukupnya



Bumbu kuning :

  • 10 butir bawang merah, iris tipis
  • 3 siung bawang putih
  • 5 butir kemiri
  • 1 ruas kunyit
  • 10 buah cabai rawit merah
  • 5 buah cabai hijau, potong-potong
  • 5 buah cabai merah besar, buang bijinya, iris tipis
  • 1 batang serai
  • 3 lembar daun jeruk, buang punggung daunnya
  • 1 sdm air jeruk nipis atau cuka
  • 1 ruas jahe, memarkan
  • garam secukupnya
  • gula secukupnya
  • 1 sdt merica
  • 100 ml air
  • minyak secukupnya untuk menumis



Cara Memasak Lele Goreng Bumbu Kuning Pedas:

  1. Haluskan bumbu bawang putih dan garam lalu rendam lele dalam bumbu halus selam kurang lebih 15 menit. Panaskan minyak dan goreng lele hingga kering. Sisihkan.
  2. Haluskan bumbu kuning berupa bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai rawit dan kunyit. Tumis bumbu kuning, masukkan batang serai, daun jeruk, jahe, merica gula dan garam secukupnya. Masukkan air secukupnya dan tunggu hingga agak mengental.
  3. masukkan lele yang sudah digoreng, aduk rata dan masak hingga lele agak layu. Siap sajikan dengan nasi hangat.

Bolehkah Shalat Jenazah di atas Kuburan ?

shalat jenazah
Banyak orang yang ingin mengerjakan shalat jenazah. Apalagi jika yang meninggal adalah seorang ulama. Tidak jarang, shalat jenazah sampai dilakukan berulang-ulang. Bahkan dilakukan diatas kuburan, yakni shalat dilakukan setelah mayyit disemayamkan dalam kuburannya.

Menanggapi hal ini, ulama syafi'iyyah mengatakan boleh. Hal ini didasari pada hadits Nabi SAW :

"Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit RA, beliau berkata, "Kami pernah keluar bersama Nabi SAW. Ketika kami sampai di Baqi', ternyata ada kuburan baru. Lalu beliau bertanya tentang kuburan itu. Sahabat menjawab, yang meninggal adalah seorang perempuan. Dan ternyata beliau mengenalnya. Kemudian beliau bersabda, "Kenapa kalian tidak memberitahu aku hal kematiannya?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, anda (waktu itu) sedang tidur Qailulah (tidur sebentar sebelum waktu zhuhur) dan berpuasa. Maka kami tidak ingin mengganggumu". Rasulullah SAW menjawab, "Jangan begitu, seseorang tidak akan mati diantara kalian selama aku berada ditengah-tengah kalian, kecuali kalian mengabarkannya padaku. Karena shalatku merupakan rahmat baginya". Lalu, beliau mendatangi kuburan itu dan kami pun berbaris dibelakang beliau. Kemudian beliau bertakbir empat kali (shalat jenazah) untuknya".
(Musnad Ahmad bin Hanbal, [18633])

Ada dua hal yang bisa dipetik dari hadist ini. Pertama, kebolehan melakukan shalat jenazah lebih dari satu kali. Ini bisa dilihat, bahwa sahabat juga shalat jenazah bersama Nabi SAW. Padahal, dipastikan, sahabat sudah melakukan shalat untuk perempuan itu sebelumnya. Kedua, mengerjakan shalat diatas kuburan adalah boleh. Al-Shan'ani mengatakan :

"Hadist ini secara mutlak menunjukan sahnya shalat jenazah setelah dikuburkan, baik sebelum dikuburkan sudah dishalati atau belum". 
(Subul al-Salam, juz II, hal 100)

Dengan begitu, shalat jenazah diatas kuburan hukumnya boleh-boleh saja. Dan itu bisa menggugurkan kefardhuan shalat tersebut.

Resep Cara Memasak Ikan Pari Tauco

Bahan untuk membuat Ikan Pari Tauco:
  • 500 gram ikan pari asap, potong sesuai selera
    ikan-pari-tauco
  • 2 sendok makan tauco
  • 2 papan petai, kupas
  • 2 lembar daun jeruk
  • 2 batang serai, memarkan
  • 1 sendok teh air asam jawa
  • garam secukupnya

Bumbu Iris :
  • 10 buah cabe hijau, iris serong
  • 5 Buah cabe merah, iris serong
  • 3 siung bawang putih, iris tipis

Cara Memasak Ikan Pari Tauco :
  1. Tumis bumbu iris hingga harum, masukan daun jeruk + serai. aduk rata.
  2. Masukan tauco, garam, air asam jawa dan air biasa secukupnya. aduk rata.
  3. Masukan ikan, aduk rata. masak dgn api kecil hingga bumbu meresap. masukan petai, aduk rata. masak sebentar lalu angkat.
  4. Sajikan Selagi Hangat.

Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

maulid nabi SAW
Ketika menghadapi bulan Rabi'ul Awal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi bulan-bulan itu. Sebenarnya,bagaimana hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW ?.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam al-Hawi Li al-Fatawi :

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan maulid Nabi SAW pada bulan Rabi'ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela ? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak ? Beliau menjawab, "Jawabannya menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia". (Al-Hawi al-Fatawi, juz I, hal 251-252)

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugrah dari tuhan . Sebagaimana firman Allah SWT :


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian". 
(QS. Yunus, 58)


Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugrah Tuhan kepada manusia yang tiada taranya. Sebagaimana firman Allah SWT :


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ  

"Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam". 
(QS. al-Anbiya, 107)

Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

"Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin, maka beliau menjawab "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". 
(Shahih Muslim [1977])

Betapa Rasulullah begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid)Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik barzanji dan Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari'at Islam. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki mengatakan :

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandungbanyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (didalamnya). ebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian-bagiannya)....... Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh terlewatkan. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". 
(Mafahim Yajiban Tushahhah, 224-226)

Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah :

"Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW akan diberikan pahala. Demikian pula yang dilakukan sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru dikalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan adakalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj al-Salaf fi Fahm al Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 399)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam mereyakan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.

Resep Cara Memasak Ikan Tongkol Bumbu Kecap

Bahan untuk membuat Ikan Tongkol Bumbu Kecap
  • 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang potong 1 cm lalu bersihkan dan goreng setengah kering (pakai ikan tongkol yang dagingnya tidak keras)
  • 2-3 sdm kecap manis
  • 200 ml air

Bumbu yang dihaluskan :
tongkol bumbu kecap
  • 5 butir bawang merah
  • 3 butir bawang putih
  • ½ sdt merica
  • 1 sdt garam
  • 1 mata asam jawa (bisa pakai tomat kecil)


Cara membuat Ikan Tongkol Bumbu Kecap :
  1. Tumis bumbu halus hingga harum lalu masukan ikan tongkol dan air masak sampai mendidih.
  2. Terakhir masukan kecap biarkan sampai bumbu meresap dan air habis.
  3. Angkat dan siap dihidangkan.


NB : kalo suka agak pedas bisa ditambahkan cabai rawit tua dihaluskan bersama bumbu atau iiris halus aja.



Sumber 1001 resepi masakan nusantara

Hukum Pengobatan Alternatif Menggunakan Do'a dalam Islam

pengobatan-doa
Pengobatan alternatif merupakan salah satu pilihan yang mampu menyembuhkan penyakit berat. Bahkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan pertolongan medis suatu ketika dapat disembuhkan dengan pertolongan alternatif. Selain murah, pengobatan ini ada yang menggunakan jamu-jamu tradisional, ada pula dengan menggunakan do'a-do'a melalui jalan supranatural. Kalau menggunakan jamu-jamu tentu tidak ada masalah. Yang menjadi pertanyaan adalah apabila menggunakan do'a-do'a. Apakah hal itu dapat dibenarkan ? Dan bolehkah memasang tarif sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan ?.

Berobat dari sakit merupakan anjuran agama. Karena hal ini merupakan salah satu ikhtiar untuk mencapai kesembuhan. Salah satu bentuk pengobatan itu menggunakan do'a-do'a, yang dalam bahasa Arab disebut dengan Ruqyah. Hal ini boleh karena Rasulullah SAW sendiri pernah mengajarkan bermacam-macam do'a untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Diantaranya adalah :

"Dari Masruq, dari A'isyah, bahwa Nabi SAW mengobati sebagian keluarganya. Beliau mengusap dengan tangannya yang kanan seraya berdo'a (yang artinya). "Yaa Allah SWT Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit dan sembuhkanlah dia, karena Engkau adalah Dzat yang dapat menyembuhkan, tidak ada kesembuhan yang tidak akan berlanjut dengan kekambuhan". 
(Shahih al-Bukhari,[5302])


Dalam hadits yang lain dijelaskan :

"Dari Ustman bin Abi al-Ash bahwa beliau mengadu kepada Nabi SAW tentang penyakit yag ia derita sejak masuk Islam. Nabi SAW kemudia bersabda "Letakkan tanganmu dianggota badanmu yang sakit. Lalu bacalah basmalah tiga kali, dan bacalah (Aku berlindung kepada ALlah SWT dari keburukan apa yang aku rasakan dan aku takutkan) sebanyak tujuh kali".
(Shahih Muslim [4082])


Atas dasar hadits ini para ulama sepakat bahwa pengobatan dengan menggunakan do'a-do'a itu dibenarkan.Sayyid Muhammad 'Alawi al-Maliki menyatakan dalam sebuah kitabnya :

"Ibn al-Hajj berkata "Tidak apa-apa berobat menggunakan lembaranyang ditulisi suratatau ayat al-Qur'an, lalu dicelupkan kedalam air yang bersih. Kemudian diminumkan kepada orang sakit. Dengan izin Allah, si sakit tersebut akan menjadi sembuh". 
(Abwab al-Faraj, 45)


Tentang ongkos yang diterima, juga dibolehkan. Berdasarkan hadits Nabi SAW :

"Dari Abu Sa'id al-Khudri RA, beliau berkata, "Suatu ketikaRasulullah SAW mengutus kami sebanyak tiga puluh rombongan berkuda, untuk pergi ke sebuah daerah, lalu kami mampir disebuah pemukiman kaum Arab. Kami meminta agar mereka mau menjamu rombongan kami, namun mereka menolaknya. Setelah itu, kepala suku mereka disengat kalajengking,. Salah seorang dari mereka datang kepada kami dan berkata, "Apakah kalian punya do'a-do'a yang dapat digunakan untuk menyembuhkan sengatan kalajengking ?". Saya menjawab, "Ya saya bisa, tapi saya tidak akan mengobati pemimpinmu itu kalau kamu tidak memberi imbalan kepada kami". Mereka menjawab, "Baiklah kami akan memberikan upah sebanyak tiga puluh kambing". Abu Sa'id al-Khudri melanjutkan ceritanya, "Setelah itu aku membacakan surat al-Fatihah sebanyak tujuuh kali (setelah sang pemimpin sembuh) kami menerima tiga puluh kambing itu, kemudian kami ragu, lalu mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut. Setelah itu Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu bahwa surat al-Fatihah itu merupakan do'a yang telah kamu dgunakan. Bagi-bagikanlah kambing itu dan berilah aku bagian".
(Musnad Ahmad [10648])

Dari beberapa penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan do'a-do'a dibenarkan. Dan mengambil ongkos dari pengobatan itu juga diperbolehkan.

Resep Cara Memasak Gurame Bakar Mentega Sambal Kecap

Bahan untuk membuat Gurame Bakar Mentega Sambal Kecap
  • 1 ekor ikan gurame (400 gram)
  • 1 buah jeruk limau
  • 1/2 sendok teh garam


gurame-bakar-mentegaOlesan (aduk jadi satu) :
  • 2 sendok makan margarin
  • 1 sendok teh merica bubuk
  • 1 sendok teh bawang bombay cincang
  • 4 sendok makan kecap manis


Sambal kecap :
  • 6 buah cabai rawit merah, iris kecil
  • 1 buah tomat merah, buang biji, iris dadu kecil
  • 3 butir bawang merah, kupas, potong kecil-kecil
  • 2 siung bawang putih, kupas, potong kecil-kecil
  • 8 sendok makan kecap manis


Cara membuat Gurame Bakar Mentega Sambal Kecap :
  1. Bersihkan ikan, buang sisik, insang dan isi perut. Cuci bersih, sayat-sayat badan ikan, lumuri dengan air jeruk nipis dan garam, diamkan selama 15 menit
  2. Oles kedua sisi badan ikan dengan bahan olesan. Bkar sambil sesekali dioles dengan bahan olesan sampai kedua sisi badan ikan matang
  3. Sambal kecap: Campur semua bahan menjadi satu, aduk rata
  4. Siapkan piring saji, taruh ikan, siram atasnya dengan sambal kecap
  5. Sajikan hangat dengan nasi putih.

Hukum Mencium Tangan Ulama dan Guru Dalam Islam

mencium-tangan
Guru dan para ulama, begitu juga orang tua, merupakan orang yang harus dihormati, sebab mereka mempunyai jasa yang sangat besar terhadap kemajuan umat. Ditangan merekalah tercipta calon-calon pemimpin masa depan. Karena itu, seorang muridkhususnya, mempunyai kewajiban untuk menghormati gurunya. Salah satu bentuk penghormatan yang sering dilakukan adalah dengan mencium tangan mereka ketika berjabat tangan. Bagaimanakah hal ini sebenarnya ? Apakah diperbolehkan oleh agama ?.

Mencium tangan para ulama merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satubentuk penghormatan kepada mereka. Dalam sebuah hadist dijelaskan :

"Dari Zari' RA. -ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais - beliau berkata, "Kemudian kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi SAW". 
(Sunan Abi Dawud [4548])

Atas dasar hadist ini, para ulama mensunnahkan mencium tangan guru, ulama, orang shalih serta orang-orang yang kita hormati. Imam Nawawi menyatakan dalam salah satu kitab karangannya :

"Disunnahkan mencium tangan orang-orang shalih dan ulama-ulama yang utama. Namun mencium tangan selain orang-orang itu hukumnya makruh".
(Fatawi al-Imam al-Nawawi, 79)

Ketika menjelaskan perkataan Imam Nawawi ini, Syaikh Muhammad al-Hajjar dalam ta'liq (komentar) kitab Fatawi al-Imam al-Nawawi menyatakan :

"Mencium tangan orang lain, bila dilakukan karena orang tersebut zuhud, shalih, berilmu, mempunyai kemuliaan, serta bisa menjaga diri, atau perkara yang semisal yang berkaitan dengan masalah agama, maka perbuatan itu tidak dimakruhkan, bahkan termasuk perbuatan sunnah. Tapi jika dilakukan karena orang tersebut memiliki kekayaan, karena dunianya, pengaruhnyaserta kekuatannya di hadapan ahli dunia, serta perbuatan lain yang serupa, maka hukumnya makruh, dengan kemakruhan yang sangat besar". 
(Fatawi al-Imam al-Nawawi, 80)

Selanjutnya, DR. Ahmad al-Syarbashi dalam kitab Yas'alunaka Fi al-Din wa al-Hayah menyimpulkan :

"Dari sini dapat kami lihat, bahwa apabila mengecup tangan itu dimaksudkan dengan tujuan yang baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Inilah hukum asal dalam masalah mencium tangan ini. Namun bila perbuatan itu digunakan untuk kepentingan dan tujuan yang jelek, maka termasuk perbuatan yang terhina. Sebagaimana halnya setiap perbuatan baik yang diselewengkan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan".
(Yas'alunaka fi al-Din al-Hayah, juz II, hal 642)

Lalu apakah manfaatnya ? Kata Prof. DR. Sarlito W. Sarwono, psikolog dan guru besar Universitas Indonesia, berdasarkan eksperimen Ivan Patrovich Pavlov (1849-1936), yang kemudian melahirkan teori Behaviorisme, setiap lembaga pendidikan seperti pesantren, yang membiasakan muridnya mencium tangan pengasuh atau gurunya, maka akan menimbulkan rasa cinta dan patuh pada guru tersebut yang pada gilirannya akan lebih mudah diatur sehingga mewujudkan kedisiplinan dan kepatuhan dalam mengerjakan tugas dan aturan pada lembaga tersebut. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk keberhasilan sebuah pendidikan (Wawancara dengan Prof. DR Sarlito W. Sarwono pada tanggal 12-05-2005, jam 18.00 WIB)

Dari sini maka dapat disimpulkan bahwa mencium tangan ulama atau orang dihormati memang diperbolehkan dalam agama Islam, dan itu memang disunnahkan.

Resep Cara Memasak Ikan Mas Bumbu Kuning

Bahan untuk membuat ikan mas bumbu kuning :
    ikan mas kuah kuning
  • 1 ekor ikan mas (@400 gr)
  • 2 sdm jeruk nipis
  • 1/2 sdt garam
  • minyak goreng


Bumbu untuk membuat ikan mas bumbu kuning 
  • 50 gr cabai rawit merah
  • 150 ml santan kental
  • 5 btg daun bawang, potong 2 cm
  • 2 lbr daun jeruk
  • 2 lbr daun salam
  • 1 sdt cuka
  • 1/2 sdt garam


Haluskan:
  • 10 buah cabai merah keriting
  • 10 btr bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 3 ruas kunyit
  • 1 ruas jahe
  • 1 buah tomat


Cara membuat ikan mas bumbu kuning :
  1. Lumuri ikan dengan air jeruk nipis dan garam.
  2. Biarkan 15 menit agar meresap.
  3. Panaskan minyak, goreng ikan hingga kering, angkat, tiriskan.
  4. Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga harum.
  5. Masukkan santan, daun bawang, daun jeruk dan daun salam.
  6. Masak hingga mendidih sambil diaduk-aduk.
  7. Masukkan ikan goreng, beri garam, aduk rata.
  8. Masukkan cabai rawit merah, aduk rata, masak hingga bumbu meresap.



Sumber: 1001 resepi masakan nusantara

Cara Mengetahui Ciri Keaslian Batu Junjung Drajat dan Khasiatnya

junjung drajat
Batu akik junjung drajat yang termasuk jenis batu akik Sulaiman memiliki corak yang spesial. Dengan warna cantik dan beragam, batu Junjung drajat memiliki corak berupa garis yang membentuk sudut siku-siku di dalamnya. Garis pada batu ini terbentuk dengan berbagai jenis warna yang menambah keistimewaan tampilan batu junjung drajat. Oleh karena itulah, jenis batu yang memiliki berbagai corak dan juga warna ini terbilang langka dan sulit dicari. Apalagi dengan kegunaan batu akik junjung drajat yang cukup banyak dibutuhkan membuat banyak kolektor dan penggemar batuan akik rela mengeluarkan mahar hingga jutaan rupiah.

Batu junjung drajat biasa dikenal didaerah jawa, khususnya jawa barat dan jawa timur. Khasiat batu junjung derajat sudah banyak dikenal dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta nya. Batu junjung drajat asli mempunyai serat unik yang berlapis, dan batunya sendiri bisa berasal dari jenis mana saja asalkan mempunyai ciri yang sesuai dengan batu junjung drajat.

batu bongkahan
Untuk mengetahui asli atau tidaknya batu junjung drajat memang tidak mudah. Akan tetapi dengan memperhatikan ciri-cirinya dengan teliti akan dapat dibedakan mana yang asli dan aman yang palsu. Di bawah ini adalah ciri-ciri batu junjung drajat asli:

  1. Mempunyai serat yang mirip gunung
  2. Biasanya serat batu bertumpuk
  3. Kristal alias tembus senter
  4. Semakin banyak serat yang bertumpuk semakin baik
  5. Bisa dari jenis batu mana saja
  6. Batu junjung drajat asli dicari oleh orang yang percaya akan khasiat batu tersebut. 


Batu junjung drajat diyakini memiliki khasiat bagi pemakainya. Bagi mereka yang percaya konon jenis batu ini berkhasiat diantaranya : Meningkatkan dan mengangkat derajat pemiliknya, kariswa dan kewibawaan Memuluskan karir, pekerjaan dan kerezekian – meningkatkan optimisme dan semangat dalam hidup Terhindar dari kecurangn dan kejahatan ,Disegani banyak orang dll. Selebihnya hanya perlu yakin bahwa semua kekuatan hanya milik Allah SWT semata.


cincin akik junjung drajat
CARA MERAWAT / PERAWATAN BATU JUNJUNG DRAJAT

Setiap malam jumat dioleskan minyak non alkohol pada permukaan batu minimal 1 bulan sekali.Dengan dirawat secara tulus ikhlas dan dengan keyakinan tinggi maka aura mustika dan aura pemilik akan segera terselaraskan dengan baik, jika sudah terselaraskan maka akan terjadi hubungan bathin yang kuat antara mustika dan pemilik sehingga manfaat/wasilah akan segera berfungsi dengan sendirinya.

Bagaimana Hukumnya Menyanyi dan Memainkan Alat Musik Serta Menari Menurut Ajaran Islam

Alat-hadrah
Musik sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Hampir tidak ada ruang yang steril dari musik. Bahkan dalam membudayakan shalawat Nabi, Akhir-akhir ini blantika musik Indonesia diwarnai dengan maraknya alunan cinta Rasul. Termasuk didalamnya kesenian hadrah yang mulai merambah pasaran luas.

Salah satu karakter manusia adalah senang terhadap keindahan (seni). Yaitu pesona alam yang sejuk dipandang mata (seni rupa) serta alunan alam yang asyik dinikmati telingan (seni suara). Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, Nabi SAW disambut meriah dengan nasyid (syair) Thala'a al-badru'alaina... yang disertai dengan tabuhan rebana.

Begitu juga dengan nyanyian (nasyid), sebab menyanyi itu merupakan fitrah manusia yang senang dengan keindahan. Lagu tersebut dilantunkan untuk menghiasi hati manusia agar terhibur dengan menikmati serta menghayati tiap bait syair yang dilantunkan dengan suara yang merdu. Untaian alunan lagu tersebut diharapkan hati seseorang akan tergerak untuk merasakan keindahan ciptaan Allah SWT, sekaligus mengakui kekuasaanNya. Karena itulah imam al-Ghazali menyatakan:

"Siapa saja yang hatinya tidak tergerak oleh sebuah lagu, maka orang tersebut kurang sempurna akalnya, tidak seimbang dan tidak punya spiritualitas"
  (Mukhtashar Ihya' Ulum al-Din, 116)


Mengenai hukum menyanyi imam al-Ghazali menyatakan :

"Yang kelima adalah menyanyi pada saat-asat yang menggembirakan untuk menampakkan rasa bahagia serta suasana meriah. Hal itu hukumnya tidak dilarang jika dilaksanakan pada perayaan yang dibolehkan. Seperti menyanyi pada hari raya, perayaan pernikahan, ketika ada orang datang dari tempat jauh, walimah, aqiqah, ketika anak baru dilahirkan, acara khitanan, dan perayaan sebab berhasil menghafal al-Qur'an. Dalam semua acara itu dibolehkan untuk menampakkan kegembiraan............ Kebolehan ini berdasarkan acara yang dibuat oleh para wanita di atas loteng dengan menabuh rebana dan melantunkan lagu-lagu ketika menyambut kedatangan Rasulullah SAW.

Telah datang bulan prnama pada kami
Dari lembah Tsanayah al-Wada'
Maka wajiblah bagi kami untuk bersyukur
Selama orang-orang itu selalu mengajak kepada Allah"
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 277)


Berdasarkan peristiwa penyambutan ketika Nabi SAW hijrah ini, menyanyi dibolehkan oleh Islam. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sayyidah A'isyah RA :

"Dari A'isyah RA, "Rasulullah SAW masuk menemuiku sedangkan disampingku ada dua budak yang menyenandungkan lagu perang Bu'ats (nama benteng kaum Aws)". 
(Shahih al-Bukhari [2691])

Bagaimana kaitannya dengan memainkan alat musik? jika melihat apa yang pernah dilakukan oleh sahabat Anshar ketika menyambut kedatangan Rasulullah SAW pada saat hijrah, maka memainkan alat musik ialah dibolehkan, sebab ketika itu Rasulullah SAW tidak melarangnya. Hal ini juga diperkuat oleh Hadist A'isyah RA.

"Dari A'isyah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Umumkanlah pernikahan ini, dan lakukan itu di Masjid. Lalu ramaikanlah dengan tabuhan rebana". 
(Sunan al-Tarmidzi [1009])

Namun kebolehan itu bukan sesuatu yang mutlak, sebab menyanyi dan memainkan alat musik diperbolehkan dengan beberapa catatan. Misalnya alat musik yang digunakan adalah alat-alat yang diperkenankan oleh syara'. Seperti rebana, gendang dan yang lainnya. Imam Ghazali menetapkan lima syarat bagi lagu dan alat musik yang boleh dinikmati. Pertama, penyanyinya bukan wanita yang haram dilihat dan jika mendengarkan suaranya bisa menimbulkan syahwat . Kedua, alat musik yang dipakai bukan terdiri dari alat yang dilarang oleh syara'. Ketiga, lirik lagunya tidak mengandung kata-kata yang jorok, erotis, ejekan dan pengingkaran kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Keempat, yang mendengarkan lagu tidak lantas dikuasai syahwat lantaran mendengarkan lagu tersebut. Kelima, orang yang mendengarkan lagu tersebut harus orang yang memungkinkan cintanya bertambah kepada Allah SWT karena terinspirasi oleh lagu yang dinikmatinya. (Ihya' "Ulumi al-Din, juz II, hlm. 281-283)

Lalu bagaimana dengan menari (roddat) atau zafin?

Dalam al-Qur'an Allah SWT berfirman :

ارْكُضْ بِرِجْلِكَ

"Hentakkan kakimu ke bumi" (QS. Shad, 42)


Ayat ini oleh sebagaian ulama dijadikan dasar atas kebolehan menari. Sebab, menari jugamenghentakkan kaki ke bumi. Tentu, kebolehkan tersebut tidaklah mutlak. Tarian yang disahkan syara' adalah tarian yang tidak diselenggarakan untuk acara-acara yang diharamkan agama. Disamping itu juga tarian tersebut harus beretika. Dalam artian, gerakan yang dilakukan tidak erotis (membangkitkan syahwat) dan tidak menyerupai lain jenis. Imam Ghazali mengatakan :

"Zafin dan hajal (permainan dengan melompat) itu adalah termasuk menari yang biasanya diadakan untuk memeriahkan perayaan atau untuk bernostalgia. Jika tarian itu dilakukan untuk memeriahkan acara yang baik (acara yang tidak bercampur dengan perbuatan haram, seperti membuka aurat, ikhtilath (bercampur) antara laki-laki dan perempuan, dst...) tentu tarian itu baik pula. Begitu juga bila dilaksanakan dalam acara yang diperbolehkan, maka hukumnya mubah (boleh). Dan apabila didalamnya terdapat hal yang tercela menurut agama, maka menari itu tercela juga".
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz II, hal 304)

Lebih lanjut Imam al-Ghazali menyatakan :

"Sesungguhnya menari itu boleh bagi orang kebanyakan dan makruh bagi para tokoh
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 277)

Dalam konteks ini pula Syaikh Shalih bin Ahmad al-Ghazali menyatakan :

"Sesungguhnya orang-orang Habasyah menari dengan tombak-tombak dan perisai mereka. Dan Nabi SAW sungguh telah menyaksikan mereka dan beliau tidak mengingkarinya (membiarkan mereka). Bahkan beliau menegur 'Umar tatkala dia mengingkari perbuatan mereka". (Hukm Mumarasah al-Fann, 245)

Kebolehan ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh A'isyah RA :

"Dari A'isyah RA, pada suatu hari raya orang-orang habasyah memain-mainkan perisai dan tombak mereka (sehingga membentuk tarian). Saya meminta izin kepada Rasulullah SAW (untuk melihatnya), dan Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kamu suka melihatnya?" Saya menjawab, "Ya". Kemudian Rasulullah SAW menarikku kebelakangnya sehingga kami saling berdekatan. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Teruskanlah, Wahai Bani Arfidah". Ketika aku mulai merasa bosan, Rasulullah SAW bertanya, "Sudah cukup?" Aku menjawab "Ya". Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Kalau begitu pergilah".
(Shahih Bukhari, [897])


Berdasarkan beberapa dalil ini, maka selama tidak mengandung unsur kemaksiatan memainkan alat musik dan bernyanyi diperbolehkan dalam agama, termasuk didalamnya adalah kesenian Hadrah, rodat dan lain sebagainya.

Pengertian Sesungguhnya Tentang Bid'ah Menurut Para Ulama

bid'ah-sunnah
Apakah sebetulnya bid'ah itu ? Dan apakah memang benar bid'ah itu selalu berkonotasi negatif, sehingga harus dihilangkan dari muka bumi ini ?. Belakangan, begitu gencar tudingan di Medsos (media sosial) seperti facebook, twitter atau yang lainnya pada seseorang atau kelompok tertentu. Yang satu menyatakan kelompok yang tidak sepaham dengannya melakukan bid'ah, sehingga mereka tersesak dan "berhak" masuk neraka. Sementara yang lainnya juga menuding kelompok lain mengembangkan bid'ah. Saling tuding inilah yang menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam.

Menurut al-Imam Abu Muhammad Izzuddin bin Abdisallam, Bid'ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernal dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah SAW.

Sebagian besar Ulama membagi Bid'ah menjadi 5 macam :

1. Bid'ah Wajibah, yakni bid'ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara', seperti mempelajari ilmu Nahwu, Syaraf, Balaghah dan lain-lain. Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur'an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara sempurna.

2. Bid'ah Muharramah, yakni bid'ah yang bertentangan dengan syara'. Seperti madzhab Jabariyyah dan Murji'ah.

3. Bid'ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik, tapi yang tak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara berjamaah, mendirikan madrasah atau pasantren.

4. Bid'ah Makruhah, menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.

5. Bid'ah Mubahah, seperti berjabatan tangan setelah shalat, dan makan makanan yang lezat.


Maka tidak heran sejak dahulu para ulama telah membagi bid'ah menjadi dua bagian besar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i RA yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari :

"Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur'an, sunah Nabi SAW, Atsar sahabat atau Ijma' ulama. Ini disebut dengan bid'ah Dhalal (sesat). Dan (Kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijma'). Maka perbuatan tersebut tergolong baru yang tidak tercela".

Syaikh Nabil Husaini menjelaskan sebagai berikut :

"Para ahli ilmu telah mebahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. Yang dimaksud dengan bid'ah hasanah adalah perbuatan yang sesuai kepada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid'ah hasanah ini masuk dalam bingkai sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, "Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang yang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang merintis sunnah jelek (sunnah sayyi'ah), maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa orang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka". Dan juga berdasarkan hadist shahih yang mauquf, yakni ucapan Abdullah bin Mas'ud RA, "Setiap sesuatu yang dianggap baik oleh semua muslim, maka perbuatan tersebut baik menurut Allah SWT, dan semua perkara yang dianggap buruk orang-orang Islam, maka menurut Allah perbuatan itu juga buruk". Hadist ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Amali" (al-Bid'ah al-Hasanah, wa Ashluha min al-Kitab wa al-Sunnah, 28)


Dari sini dapat diketahui bahwa bid'ah terbagi menjadi dua. Pertama, Bid'ah hasanah, yakni bid'ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Masuk dalam kategori ini adalah bid'ah wajibah, mandubah dan mubahah. Dalam konteks inilah perkataan Sayyidina Umar bin Khatthab RA tentang jamaah shalat tarawih yang beliau laksanakan :

"Sebaik-baik bid'ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjamaah)". (Al-Muwaththa' [231])


Contoh bid'ah hasanah adalah khutbah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dimulai dengan membaca basmalah dibawah seorang komando, memberi nama pengajian dengan istilah kuliah subuh, pengajian ahad pagi atau titian senja, menambah bacaan subhanahu wa ta'ala (yang diringkas menjadi SWT) setiap ada kalimat Allah, dan shallallahu alaihi wasallam (yang diringkas SAW) setiap ada kata Muhammad. Serta perbuatan lainnya yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan inti ajaran agama Islam.

Kedua, bid'ah sayyi'ah (dhalalah), yaitu bid'ah yang mengandungunsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid'ah muharramah dan makruhah dapat digolongkan pada bagian yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad SAW :

"Dari A'isyah RA, ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak". (Shahih Muslim,[243])


Dengan adanya pembagian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bid'ah itu dilarang dalam agama. Sebab yang tidak diperkenankan adalah perbuatan yang dikhawatirkan akan menghancurkan sendi-sendi agama Islam. Sedangkan amaliyah yang akan menambah syi'ar dan daya tarik agama Islam tidak dilarang. Bahkan untuk saat ini sudah waktunya umat Islam lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman yang makin komplek, sehingga agama Islam akan selalu relevan disetiap waktu dan tempat.